Humanisasi (Profetika bagian I)


Teman, aku akan menuliskan suatu kisah inspiratif dari seorang bapak yang kubanggakan. Suatu ketika si bapak berkisah tentang bagian kehidupannya. Kisahnya menggambarkan integritas & loyalitas. Seingatku pula, ia berkisah tentang kebiasaan memberi dan mengawali. Aku menerawang untuk berbagi kisah denganmu. Biarlah kita sama-sama meresapinya. Refleksikan ke dalam hatimu, teman...
Begini, teman...


Sebutlah ia si bapak. Si bapak adalah seorang pengusaha sukses dan lumayan terkenal. Ia pernah ditawari kerja sama dengan seorang pengusaha lain untuk memasarkan produk baru. Saat pertama bertemu, pengusaha itu menunjukkan cash flow perusahaannya yang cukup baik dan tampak menguntungkan kepada si bapak. Kemudian pengusaha tersebut menceritakan tentang mitra kerja lamanya, yang menurutnya sangat mengecewakan, dan baru saja putus hubungan dengannya. Sekarang ia ingin bekerja sama dengan perusahaan si bapak. Ia menceritakan panjang lebar tentang keburukan-keburukan mantan mitra kerjanya kepada si bapak.

Kemudian si bapak bertanya: “Apakah Anda juga akan menceritakan diri saya kepada orang lain, seperti Anda menceritakan mantan mitra kerja Anda kepada saya?” Pengusaha itu terdiam, seolah menyadari kekeliruannya. Saat itu juga, tanpa menunggu jawabannya, si bapak memutuskan untuk berkata “tidak”, bahwa belum tertarik pada jenis usaha tersebut dan mengucapkan terima kasih atas penawarannya.

Sebenarnya, secara bisnis, penawaran itu cukup bagus, tetapi si bapak berpikir bahwa pengusaha tadi bukanlah orang yang tepat untuk diajak bekerja sama dalam jangka panjang. Sebab, pengusaha itu tidak memberikan integritasnya pada orang lain yang tidak ada di hadapannya.

Teman, setelah menyimak kisah tersebut, yang manakah diri kita sesungguhnya? Si bapak ataukah pengusaha dengan integritas dan loyalitas yang buruk?

Ingatlah kembali apa yang pernah kita lakukan!

Masikah kita mengumbar kebiasaan buruk teman satu kost kita kepada orang lain? Mencela dan mengumpat pekerjaan teman tanpa sepengetahuannya? Kalau boleh kusimpulkan: itu sama saja mempermalukan diri sendiri! Sadar atau tidak, itulah hal yang suka dilakukan manusia. Hanya manusia yang loyal yang tidak akan melakukan hal itu.

Masikah engkau mau membaca kisah si bapak yang kembali kutuliskan, teman? Kuharap kau tak menyudahi bacaanmu setelah kisah tadi. Pahamilah nasihat si bapak selanjutnya...

Si bapak pernah berpesan kepadaku: beberapa hal kecil yang bisa kita lakukan untuk memberikan energi ‘memberi dan membangun kepercayaan’ ialah
(1) memberi penghargaan kepada orang lain, (2) memberi perhatian tulus kepada orang lain, (3) mau mendengar orang lain berbicara, (4) membuat orang lain menjadi penting di hadapan kita, (5) mau mengakui kesalahan dan berani meminta maaf, (6) selalu mengucapkan terima kasih, (7) berusaha mengerti perasaan orang lain, (8) serta mengucapkan salam.

Si bapak tahu betul apa yang dilakukannya akan mebuahkan manfaat yang besar. Bermula dari keinginanya untuk melamar menjadi pengajar bahasa Inggris di suatu lembaga asing di Bali. Meski si bapak termasuk pengusaha sukses, ia tetap ingin mengajar. Metode pengajaran di lembaga itu sangat bagus. Berbeda dengan dirinya, cara mengajar si bapak dites dan dianggap buruk oleh lembaga tersebut. Hasilnya lamaran si bapak ditolak.

Dengan berpedoman pada efektivitas basmallah yang prinsipnya memberi dan menghasilkan kepercayaan, si bapak menawarkan diri untuk memberikan training karate di lembaga itu. Kebetulan si bapak telah menyandang Dan III karatedo dan sempat meraih medali perak pada PON XII di Jakarta mewakili propinsi Bali. Si bapak langsung diterima sebagai instruktur karate, bukan sebagai instruktur bahasa Inggris. Salah satu manajernya, Mrs. Genevieve McKenzie, termasuk yang dilatih.

Setelah berjalan 2 bulan, ia pun menanyakan pada si bapak berapa biaya kursus karate yang telah ia jalani, tetapi dengan halus ditolak si bapak. Waktu terus berjalan. Bahkan, akhirnya ia pun dilatih si bapak menjadi seorang atlet daerah dan meraih medali perunggu.

Suatu hari, ia bertanya kepada si bapak: “Apa yang Anda inginkan sebenarnya?” Si bapak tidak langsung menjawabnya. Si bapak yakin manajer itu tahu cara mengajar bahas inggrisnya buruk.

Kemudian, manajer tersebut menawarkan diri untuk melatih si bapak tentang teknik pengajaran bahasa Inggris modern dan efektif. Tiga bulan si bapak dilatih terus menerus. Pada bulan ke empat, si bapak diminta untuk melamar ke tempat kursus asing tersebut. Hasilnya si bapak diterima dengan bayaran yang cukup besar.

Tanpa diduga, puncaknya, si bapak ditugasi untuk mengajar seluruh eselon satu dan dua Telkom. Dari Telkom, si bapak mendapat lagi bisnis pengadaan Rumah Kabel untuk seluruh wilayah di Bali selama 1 tahun.

Begitulah teman, kisah si bapak kali ini perlu kita cermati. Sudahkah kita menjunjung humanisasi, yakni mengajak pada kebaikan? Bermula dari integritas dan kebiasaan memberi dan mengawali itulah akan tercipta banyak peluang berbuat baik bagi diri sendiri dan orang lain.

Salam kebaikan!

Kisah Si bapak ini adalah kisah hidup Bapak Ary Ginanjar Agustian, Pelopor The ESQ Way 165

Novi Trilisiana
[Saya jadi pengen ikut Taekwondo^^]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku: Self Driving

Ringkasan The Old Man and The Sea

Kisah di Balik Pintu (1)