Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2012

Tentang Film Perfect Son

Gambar
Yak! Kali ini aku telah menamatkan Risou No Musuko (Perfect Son). Isinya ga hanya tentang persahabatan tetapi tentang kasih sayang antara ibu dan anak yang disuguhkan. Ceritanya tetap berlatar Jepang modern dan bercorak anime rasa manusia. Alkisah, terdapat seorang ibu yang menaruh harap besar pada seorang anak laki-lakinya yang berumur 16 tahun alias siswa kelas X untuk membelikannya rumah di kemudian hari. Mereka hidup dalam kesederhanaan di salah satu lantai apartemen dan bertetangga seorang laki-laki dewasa yang ditinggal mati tunangan. Sang ibu bernama Suzuki Umi dan sang anak bernama Suzuki Daichi. Hmm… kalau diceritain detailnya bakal berlembar-lembar nih tulisan. So, kalau kamu mau tahu selengkapnya, nonton sendiri yah film terbarunya Yamada-kun. Ada hal positif dan negatid dari film Risou No Musuko. Intro: Kali ini aku akan bercerita beberapa hal yang kurasakan dan kutemukan selama nonton film-film Jepang yang bertajuk drama/ sinetron kali yak… (alias J-dorama).

Memoar di Ormawa

Beberapa waktu lalu sahabatku SMA memintaku untuk menuliskan hal yang lucu, mengesankan, dan berpengaruh dalam dunia perkampusan yang kualami. Sepertinya akan dijadikan acuan buat adik-adik Smanda. Hehe, begini isinya. Baru saja malam ini kurampungkan. cekidot! Halo kawan, namaku Novi Trilisiana! Aku biasa dipanggil dengan sebutan Novi. Namun, belakangan  beberapa teman memanggilku sebagai Opi, Nope, Trilili bahkan Krik. Tentu aku tidak akan membahas mengapa namaku menjadi begitu aneh. Aku akan menceritakan sepenggal episode kehidupanku di Yogyakarta. Begini ceritanya… Hampir 18 tahun masa hidupku semenjak dilahirkan, kuhabiskan di Bandar Lampung bersama keluarga inti. Sesungguhnya aku dialiri darah Sumatera Selatan yang menjadikanku cukup akrab dengan adat istiadat Palembang. Orang tuaku hijrah dari kampungnya demi penghidupan yang lebih menjanjikan. Mereka pekerja keras yang amat peduli pada pendidikan anak-anaknya. Jadilah aku seorang yang melek huruf, agama, teknologi da

Antara Tampil Hebat dan Bonus Juara

Setidaknya tampil hebat belum tentu menjadi juara, begitu juga sebaliknya. Kalimat tersebut keluar dari Puji, teman UGM yang bareng bersama kami pulang ke Jogja usai berlomba di Surabaya. Ia menceritakan dengan penuh makna kepada sahabatku, Fatma. Aku yang duduk di belakang mereka mendengarkan diam-diam dengan sisa-sisa tenaga. Puji melanjutkan ceritanya bahwa ketika hendak presentasi lomba paper atau karya tulis ilmiah seseorang itu harus menyajikan penampilan yang hebat. Dengan kata lain, presentasi harus menarik, ide yang dibawa harus unik dan ilmiah, serta totalitas. Hingga para penonton mengakui bahwa presentasi seseorang tersebut amat bagus dan hebat. Masalah juara atau tidaknya hanyalah bonus semata, lanjutnya kepada Fatma. Sebab, tampil hebat lebih utama ketimbang tampil biasa-biasa saja kemudian mendapat juara. Sesuatu yang barusan kudengar cukup membesarkan hatiku. Mungkin juga hati Fatma, sahabatku. Aku sebelumnya menangkap gurat kekecewaan usai pengumuman lomba pada waja

Aku kagum pada pria Papua

Kisah Pertama: Mondar-mandir tubuh mungil dengan rambut kriting cepak bersinglet army man di sekitar rak detergen dan aneka popok segala usia. Aku yang tengah mengumpulkan bahan penganan untuk beberapa hari ke depan berhenti sejenak mengamati sang bocah. Kupikir ia anak pemilik toko kelontong ini. Lantas aku lanjutkan mencari-cari roti sobek dengan tanggal kadaluarsa terlama. Dirasa cukup, aku menuju kasir. Saat kasir tengah menghitung belanjaanku, ekor mataku menangkap hal serupa. Rupanya anak tadi masih mondar-mandir di tempat yang sama. Kuamati ia dengan seksama. Mungkinkah ia pengutil? Akhirnya mataku dan matanya beradu. Kelereng cokelat! Jernih dan membuat wajahnya manis sekali. Ia anak Papua dengan senyum terindah yang pernah kujumpai... Aku menyunggingkan seulas senyum padanya. Lantas suara kasir memecah keterpanaanku. "Dek, cari apa?" "Pampers." Ya Allah. Aku baru sadar setelah melirik keberadaan pampers yang ada di rak bagian atas. Ten