Tentang Film Perfect Son
Yak! Kali ini aku telah
menamatkan Risou No Musuko (Perfect Son). Isinya ga hanya tentang persahabatan
tetapi tentang kasih sayang antara ibu dan anak yang disuguhkan. Ceritanya
tetap berlatar Jepang modern dan bercorak anime rasa manusia. Alkisah, terdapat
seorang ibu yang menaruh harap besar pada seorang anak laki-lakinya yang
berumur 16 tahun alias siswa kelas X untuk membelikannya rumah di kemudian hari.
Mereka hidup dalam kesederhanaan di salah satu lantai apartemen dan bertetangga
seorang laki-laki dewasa yang ditinggal mati tunangan. Sang ibu bernama Suzuki
Umi dan sang anak bernama Suzuki Daichi. Hmm… kalau diceritain detailnya bakal
berlembar-lembar nih tulisan. So, kalau kamu mau tahu selengkapnya, nonton
sendiri yah film terbarunya Yamada-kun.
Ada hal positif dan negatid dari
film Risou No Musuko.
Intro: Kali ini aku akan bercerita beberapa hal yang kurasakan dan
kutemukan selama nonton film-film Jepang yang bertajuk drama/ sinetron kali
yak… (alias J-dorama). Aku mengenal J-dorama bermula dari Mira-san yang cukup
perhatian pada kultur dan bahasa Jepang. Kala itu aku baru saja resmi menjalani
status sebagai mahasiswa semester 2. Kami memiliki kesamaan minat dalam
mendalami bahasa Jepang. Yak, kala SMA aku sengaja memilih bhs Jepang sebagai
pilihan mata pelajaran bahasa asing selama 2 tahun di sekolah. Aku memiliki
impian untuk bisa lancar bahasa Jepang. Yah salah satunya harus sering
mendengarkan native speaker ngomong
melalui media film!
Sebenarnya aku (anak kecil th 98)
sejak lama telah mengenal film Jepang bertajuk superhero dengan tokusatsu (efek khusus) macam Satria baja hitam, ultramen,
power ranger dsb; manga yang
difilmkan alias anime macam dragon
ball, doraemon, Digimon, pokemon, Chibi maruko chan, hagemaru, shinchan,
Detective Conan, DDS, dst; yah pokoknya tuh indosiar, rcti, sctv di hari minggu
dari jam setengah 6 sampe jam setengah 12 tak luput dari mata kami (aku dan 3
saudara laki2ku) dan jari kami yang berebutan remot TV. Aku kala itu blm ngerti
bahwa usia dan jenis klamin cukup mempengaruhi selera nonton TV seseorang,
tetapi aku ga mau kalah dengan kakak2 yang doyan ultramen, sedangkan aku doyan
dengan chibi maruko chan…aku belum bisa maklum! Inilah salah satu sifat
anak-anak: mau menang sendiri. Yah, meskipun ujung-ujungnya kita semua nonton
ultramen. Aku sampe bingung sama jenis-jenis ultramen. Saking banyaknya nama
ultramen aku sulit mengingatnya. Yang kuingat persis adalah bunyi suara alarm
yang ada di tengah dada ultramen. Bunyi itu akan semakin keras jika sang
ultramen menjadi makin lemah energinya.
Kembali ke hal positif dari film
Risou No Musuko…
Kasih sayang seorang ibu dibalas
dengan unik dan keren oleh anaknya. Beberapa hal yang kupikir mungkin malu
untuk diungkapkan baik kata-kata atau tindakan seorang anak pada ibunya,
terjadi di film ini. Jujur aku bukan orang yang mudah mengungkapkan perasaan sayang
atau memperlakukan ibu layaknya sahabat. Entah factor asuhan ataukah memang
karakteristik pribadi yang menyebabkanku kurang peka.
Selain itu, film ini mengajarkanku
tentang seorang ibu yang menciptakan anaknya menjadi anak yang perfect dengan
cara-cara yang terkadang di luar nalar, terkadang mengharukan, dan terkadang
membuatku terbahak. Ada ikatan yang membuat saling ketergantungan antara ibu
dan anak. Bahkan Suzuki Daichi saking tidak ingin berpisah dengan ibunya, hamper
ingin menikahi ibunya (pada episode konflik tertukarnya Daichi ketika bayi).
Film ini juga memberikan sebab
akibat dari pola asuh ibu di antaranya: ibu yang kaya (orientasi materi) dan
dingin akan membuat anak suka berbohong dan cari muka pada ibunya. Meskipun pada
kenyataannya ia seorang yang payah. Ibu yang miskin dan penuh kasih saying akan
membuat anak menjadi optimis. Entah bagaimana mengambil kesimpulan atas
logika-logika sempit yang kutuliskan di atas. Yah sudahlah, tidak terlalu
penting! Hehe.
Sisi negatifnya dari film ini:
Karena film ini sangat anime dan
lebay sekali akan efek pertarungan. Jadi setiap pukulan, tendangan, ataupun
bantingan yang dilakukan pemeran sungguh ga logis. Hmm, emang sih tujuannya
buat seneng-seneng. Klu dilihat sih keren juga pukulan mengeluarkan aura
monster Koala, ataupun ular, ataupun Panda, pokoknya binatang gituh deh… Namun,
efek dari pukulan (baca:kekerasan) itu sangat mengerikan untuk dilihat. Seolah
rutinitas kekerasan itu menjadi hal yang wajar dan berefek sebentar. Misalnya
saja, lengan Daichi digigit oleh musuhnya yang berkekuatan hewan buaya sampai
pendarahan dahsyat. Aku pikir luka amat parah itu membuat seseorang akan
pingsan. Namun, Daichi hanya kesakitan dan masih sehat saja. Malah masih bisa
mengeluarkan pukulan Koala punch-nya, Setelah tragedy itu usai, Daichi kembali
bugar kembali dan ceria saat makan bersama dengan ibunya.
Agak mengganggu sedikit, nuansa
yang dibawa pada awalnya tegang tetapi jadi happy ending. Menurutku nih film
kurang bertanggung jawab pada perasaan penonton… Ga tau deh imbasnya buruk
banget atau nggak ke penonton anak-anak.
Namun, endingnya belum ditegaskan
apakah Daichi mampu atau tidak membelikan rumah untuk ibunya. Endingnya Cuma ngobrol
biasa antara ibu Daichi, Daichi, dan suami baru ibu Daichi. Hmm,,,
Ga tau deh tulisanku kali ini ga
runtut dan cenderung melompat-lompat…map ye, sodar-sodara sesama fans J-Dorama. ^^V
Komentar
Posting Komentar