Keluar Sejenak dari Changi

Hallo! Banyak sekali traveling blog yang mengupas apa saja yang dapat dilakukan selama di Singapura. Saya dan seorang teman termasuk yang terbantu dalam menghabiskan semalam di negeri tersebut. Transit 12 jam di Singapura dalam perjalanan pulang ke Indonesia adalah sayang jika tidak dimanfaatkan. Okelah, naluri pelancong pas-pasan macam kami mulai mengepul.

Bermula dari kedatangan kami dari Kuala Lumpur tepat pkl. 19.40 waktu Singapura. Tujuan pertama kami adalah mencari tempat penitipan bagasi alias left baggage karena kami tak mungkin membawa ransel gunung kami saat melintasi jalan-jalan Singapura. Berat kaan. Yups, tanya-tanya bagian informasi, akhirnya kami mendapatkan petunjuk. Lucunya adalah kami selalu disapa dengan bahasa Melayu alih-alih kami inginnya bercakap pakai bahasa Inggris. Ah, emang wajah kami nih Indonesia-Melayu banget.

Dari terminal kedatangan (terminal 2), kami menuju bagian imigrasi untuk keluar Bandara Changi sebentar namun sebelumnya kami harus mengisi form imigrasi yang bisa didapatkan saat di pesawat ataupun di dekat loket imigrasi. Isi form imigrasi seputar identitas, tujuan ke Singapura, dan negara yang telah dikunjungi sebelum Singapura serta negara yang akan dikunjungi setelah Singapura. Status kami hanyalah transit jadi tak terlalu ribet untuk mengisi alamat penginapan di Singapura karena kami tidak ingin menginap di luar bandara. Di bagian imigrasi, jangan lupa untuk menyertakan passport dan boarding pass selanjutnya.

Tidak jauh dari bagian imigrasi, ikuti jalan keluar lalu menuju konter left baggage (saat itu, belok kanan jika dari pintu keluar). Saat di konter penitipan barang, kami menitipkan 2 tas gunung yang masing-masing tak lebih dari 10 kg. Tarif per tas selama 24 jam <= 10kg adalah SGD 3.2. Cukup menunjukan salah satu passport dan membayar dengan uang Singapura. Jangan lupa meminta tanda terima dari petugas konter. Lepas tuh, kami bisa melenggang ringan keluar menuju Marlion Park.

Nah, ke stasiun Raffles Place yang dekat Marlion Park dari Changi Airport dapat ditempuh menggunakan MRT selama 35 menit. Stasiun MRT ada di lantai bawah jika keluar dari terminal 2. Meskipun kami cukup populer dengan cara menggunakan MRT dan membaca peta stasiun per stasiun pemberhentian, kami masih saja gagal paham saat harus pindah MRT dari Tanah Merah ke Joo Koon. Alhasil, kami harus pasrah dibawa MRT bolak balik Changi-Tanah Merah. Hehe. Saat itu, saya jadi malu sendiri padahal Mas Hafiq sudah mengajarkan dengan baik saat di KL. Maklum, kami sedikit terburu-buru karena mengejar waktu beroperasinya MRT Singapura. Asal tahu saja, jam tutup MRT beropreasi sampai pkl. 23.55 sedangkan kami baru masuk MRT pukul 20.30 dan tidak tahu persis perhitungan perjalanan kami mencapai Marlion Park. Yang kami jadikan patokan adalah harus sudah naik MRT kembali ke Changi pada pkl.22.30.

Di mesin pemesanan tiket, kami memesana tiket pulang pergi Changi-Raflles Place untuk berdua. Total tiket yang harus dibayar adalah $9.80 setelah mendapat discount karena membeli langsung perjalanan pulang pergi. Jika hanya membeli sekali berjalanan untuk berdua, dikenai biaya $5.00. Tiketnya semacam kartu nama yang bisa berisi saldo sesuai stasiun pemberhentian yang diinginkan. Kartu tersebut bisa discan saat melewati portal masuk dan keluar MRT.

Jalur yang kami tempuh adalah jalur berwarna hijau. Rutenya meliputi Changi-Tanah Merah. Setelah sampai Tanah Merah, kami harus berpindah MRT yang tulisan tujuan akhirnya Joo Koon. Setelah naik MRT yang tulisannya Joo Koon (EW29), kami harus turun di Raffles Place (EW14).

MRT yang kami tumpangi sangat nyaman. Sepanjang perjalanan, Singapura menurut saya adalah negara yang sangat pintar menutupi kelemahannya. Negara ini tak saya jumpai hutan, pantai, ataupun gunung yang memberikan potensi alam yang melimpah. Negeri Singapura bagaikan negeri buatan yang tertata rapih, memaksimalkan perairan mereka yang ditimbun tanah dengan sangat optimal.

Aha! Akhirnya sampai juga kami di stasiun Raffles Place sekitar pkl 21.20. Eng ing eng waktu kami tersisa sedikit. Menurut mak cik di Changi tadi, kalau Marlion Park berada di belakang Fullerton RD. Supaya kami ga nyasar-nyasar, kami ingin kepastian lagi dan kemudian menanyai sista-sista Singapura. Yes! Akhirnya mereka menjawab pakai bahasa Inggris setelah kami dahului. Ternyata kami harus berjalan sekitar 15 menit untuk mencapai Marlion Park. Oke! Walaupun cuaca mendung menyelimuti tetapi udara di Singapura panas dan kering, kami siap menuntaskan tujuan kami.

Dari jauh, saat menunggu lampu penyebrang hijau, saya bisa melihat Marina Bay Sands. Ada bangunan seperti kapal di atas gedung dengan gemerlap lampu hiasnya. Kesan saya saat pertama melihatnya adalah seperti air mancur menari yang ada di Kuala Lumpur. Sama-sama dihiasi lampu warna-warni, lincah berputar dengan gaya yang mengikuti musik latar yang merdu. Bedanya, air mancur menari lebih rumit dan eksotis sedangkan di  Marina Bays Sands masih sederhana.

Semakin kami menuruni tangga, semakin kami mendekati patung Marlion. Ternyata patungnya tidak sebesar bayangan saya. Orang-orang telah ramai duduk-duduk ataupun foto-foto. Sepertinya kedatangan kami menandakan akan berakhirnya pertunjukan lagu. Baru beberapa menit duduk selonjoran di tangga, lagunya habis dan lampu-lampunya padam. Grrrr. Untunglah masih ada mang Lion yang tak berhenti menyemburkan air dari mulutnya. Kami puas-puasin foto dengan berbagai bentuk, rupa, dan cara. Hasilnya? Banyak yang blur. T_T

Waktu semakin larut, yang lain masih duduk-duduk, yang lain lagi memutuskan bernajak pergi. Sebenarnya kami masih ingin menyusuri lorong-lorong Singapura tapi kami harus bergegas menuju stasiun MRT untuk kembali ke Changi. Terselip do'a dan tekad untuk kembali lagi suatu saat nanti. Ingin tahu ada apa saja di Singapura?! Baca selengkapnya di sini. http://yudhistya.com/singapura-2015/

Sebelum naik MRT, kami melewati kedai souvenir. Saya langsung antusias karena ada postcard terpajang di depan. Lantas dengan semangatnya saya dekati. Ya Allah, mungkin saya harus punya kenangan mengenaskan dengan yang namanya pintu kali yah. Saking semangat ditambah buru-buru juga, pintu kaca kedai pun saya tabrak dengan kekuatan yang lumayan. Bagian kanan jidat atas, terpaksa klieng-klieng. Disaksikan pula tatapan bingung batita di sebelah saya dan pembeli-pembeli lainnya. Saya kuatkan untuk seimbang berdiri sembari sayup-sayup terdengar permintaan maaf koko pemilik kedai. Sumpah malu! Rasanya ingin menguap atau malah meleleh sekejap. Ah, belum lagi saat itu juga bayangan tragedi pintu saat di KL berkelebatan. Akhirnya, sesegera mungkin saya pilih postcard dan beranjak ke kasir. Harga per lembar adalah SGD 0.80. Lalu, secepat kilat pergi. Jarum jam menunjukan pkl 23.00! Untunglah kami masih kebagian MRT menuju Changi...

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku: Self Driving

Ringkasan The Old Man and The Sea

Kisah di Balik Pintu (1)