Sheila, Kenangan Toray Hayden


Jika kamu adalah seorang anak yang tidak diharapkan oleh ibumu, bagaimana rasanya? Kamu didorong secara paksa dari mobil oleh ibumu sendiri hingga kamu jatuh dan kakimu terbentur batu tajam. Kakimu pun luka sepanjang 5 senti di atas pergelangan kaki, tidak terlalu lebar jika dibandingkan dengan luka hatimu. Kamu menerka-nerka tentang mengapa ibumu membuangmu. 'Mungkinkah ibu ga sayang aku? Karena aku anak yang nakal?' demikianlah batinmu. Kamu menangis sejadi-jadinya dan berusaha menyadarkan diri: apakah ini benar-benar nyata? Kau berharap ia akan kembali untuk menjemputmu yang terjatuh di pinggir jalan raya berbatu. Namun, ekor mobil ibumu kian menjauh hingga lenyap di ujung jalan. Padahal kamu masih berusia 4 tahun.

Tahukah kamu? Kisah anak perempuan yang dibuang itu benar-benar nyata adanya. Sheila. Demikianlah ia dikenang oleh penulisnya_Torey Hayden dalam Sheila: Kenangan yang Hilang. Sheila adalah anak yang mengalami keterbelakangan emosi semenjak kecil. Sesungguhnya ia bisa tumbuh normal kalau saja lingkungan pendukung hidupnya tidak sebejat yang dirasakannya. Bagaimana tidak? Ia memiliki ayah pemabuk dan pemakai narkotika yang bolak balik keluar masuk penjara. Sedangkan ibunya merupakan ibu muda yang dinikahi ayahnya di usia 14 tahun yang masih labil. Mereka pun tinggal di pemukiman kumuh para pekerja migran yang miskin. Sheila juga memiliki adik laki-laki bernama Jimmie yang terpaut, mungkin 18 bulan lebih muda darinya_bahkan Sheila sendiri tidak ingat pasti berapa usia adiknya. Ia masih sangat kecil ketika harus menerima kenyataan bahwa ia telah berpisah dengan adik dan ibunya.

'Mengapa mama hanya membawa Jimmie dan melemparkan aku di jalan sendirian? Apakah aku begitu nakal? Padahal kejadian dalam perjalanan di mobil yang terus berbuat kegaduhan adalah Jimmie. Hingga mama benar-benar marah.' Pertanyaan itulah yang dilontarkannya selalau dalam benaknya dan pada ayahnya. Hingga ayahnya benar-benar meyakinkan Sheila, betapa kejam istrinya!

Sheila pun tumbuh besar dalam asuhan ayahnya_yang baginya lebih menyayanginya ketimbang ibunya. Ia menjadi anak yang pemarah dan pembuat onar. Hingga di usianya yang mau enam. Ia pernah mengajak pergi anak batita keluar dari halaman rumahnya, membawanya ke hutan di dekat sana, mengikatnya ke sebuah pohon dan membakarnya! Anak lelaki itu nyaris mati, oleh ulah Sheila! Setelah insiden itu, Hakim memutuskan bahwa Sheila sudah tidak bisa dikendalikan lagi oleh orang tuanya dan harus ditempatkan di unit anak-anak rumah sakit mental negara. Namun, unit tersebut masih penuh, sehingga Sheila harus menunggu hingga ada tempat baginya. Selanjutnya diputuskanlah Sheila sementara mengikuti kelas khusus bagi anak berkebutuuhan khusus. Di kelas itulah ia bertemu dengan Toray Hayden, gurunya. Kehidupan Sheila mengalami titik terang kala itu.

Sheila merupakan anak tuna laras! Ia tidak mampu mengontrol emosinya dengan baik. Selalu saja sikapnya galak, penuh kewaspadaan, dan perusuh. Sudah banyak teman sekelasnya_yang mendapatakan perlakuan merugikan darinya. Ia benar-benar 'macan' kecil yang tidak bisa diatur dan amat berbahaya. Ia tak segan melukai temannya yang dianggap mengancam dirinya. Apalagi ia bersikeras tidak mau mengerjakan tugas-tugas tertulisnya di kelas. Benar-benar tidak ingin dipaksa, begitula Sheila.

Dalam interaksinya dengan Hayden, Sheila selalu mengungkit-ungkit kejahatan ibunya di kala mendorongnya keluar dari mobil. Berulang kali hingga tampak jelas aura kebencian telah mengalir dalam darahnya. Betapa anak usia enam tahun suka mengingat sesuatu yang melibatkan begitu dalam perasaannya. Mungkinkah ia selalu mengingatnya kelak sepanjang hidupnya?

Setidaknya Hayden berjasa mengembangkan potensi dan prilaku baik Sheila. Setelah mengetahui IQ Sheila sebesar 180. Betapa Hayden tak ingin menyiakan waktunya untuk tidak mengembangkan anak 'macan' ini dengan IQ yang di atas rata-rata! Hanya 5 bulan kebersamaan mereka hingga akhirnya tahun ajaran selesai dan kebijakan walikota setempat untuk menjadikan semua sekolah menjadi inklusi. Namun, kehidupan Sheila tak serta merta langsung mendapatkan happy ending.

Ia, yang bahkan belum genap tujuh tahun mendapatkan tuntutan pengadilan yang dilayangkan oleh orang tua batita yang nyaris mati dibakar olehnya. Entah apa yang melatar belakangi tindakan nekadnya itu. Akan tetapi hal tersebut akan terjawab pada akhir bab buku Sheila: Kenangan yang Hilang yang merupakan buku kedua dari Sheila: Luka Hati Seorang Gadis Kecil. Dalam buku keduanya, Hayden memaparkan bagaimana kehidupan Sheila usai perjumpaan selama 5 bulan dengannya. Tentu saja ia kehilangan kontak setelahnya dengan Sheila hampir 7 tahun. Hingga akhirnya ia bertemu lagi dengan Sheila remaja_yang baginya sangat berbeda dengan Sheila kecil. Apakah semakin baik ataukah semakin hancur? Dapat disimpulkan bahwa Hayden benar-benar terkejut dan berusaha membangkitkan kenagan Sheila yang terlupa. Sheila sendiri berusaha melupakan peristiwa-peristiwa bersama Hayden dan tentu saja ia memiliki alasan, mengapa ia demikian.

Banyak hal yang belum diketahui Hayden, tentang kehidupan ayah Sheila, Sheila yang kabur dari rumah orang tua asuh dan berganti rumah singgah hingga nyaris 10 kali! Tentang betapa traumanya ia diperlakukan asusila oleh lelaki dewasa, tentang ketertarikannya dengan bahasa Latin dan Julius Caesar, alasan ia membenci Hayden, tujuannya mencari ibu kandungnya hingga ia lulus SMA dan lebih memilih menjadi pekerja di McDonalds ketimbang kuliah. Kamu akan penasaran sesungguhnya sosok Sheila itu seperti apa? Hingga penasaran itu membuatmu bersemangat menamatkan kisahnya. Kamu akan terheran-heran: 'kok ada yah anak semacam ini?!'

Ini benar terjadi, kawan! Bisa dibilang dwilogi Sheila karya Torey Hayden merupakan biografi seorang anak_yang mungkin nama asli anaknya bukan Sheila_ yang bergaya novel. Seperti kisah fiksi saja dan berharap ini benar-benar fiksi. Aku ga bisa bayangin kalau Hayden itu aku dan di depanku adalah Sheila! Ga...!

Aku jadi mengamini kalimat bijak ini: Anak yang nakal bahkan mengerikan sekalipun, sebenarnya ia tidak menginginkannya. Namun, orang tualah yang merupakan salah satu faktor pembentuk anak menjadi demikian.

Aku jadi ngeri membayangkan berapa banyak anak yang senasib dengan Sheila yang dibuang oleh orang tua kandungnya sendiri. Berapa banyak anak yang kecewa dan berbuat jahat pada orang lain setelahnya?! Berapa anak yang harus memilih antara berjuang untuk hidup normal dan tenggelam dalam emosi yang membakar dirinya sendiri?

Maka, betapa pentingnya sebuah nasab (silsilah keluarga) seseorang untuk tetap jelas dan terjaga! Pentingkah itu? Tentu! jika kamu tidak ingin melihat anak yang ketika ditanya siapa nama ayahmu, atau siapa nama ibumu? Anak tersebut tak bisa menjawabnya.
Coba tanya kebanyakan orang di Arab yang memegang prinsip Islam yang mementingkan nasab. Tanya saja 'Siapa namamu?' Maka ia akan menjawab 'Saya Fatimah Binti Munif Bin Husein Bin Abdullah Bin Ishak Bin Jalal. Nama di belakang Fatimah menunjukkan silsilah keluarganya sebanyak 5 generasi! Kalah tuh si Peggy Melati Puspa Harum Mewangi Sepanjang Hari.

Hehhe...
Kok jadi bahas nasab?

Aku sarankan kamu membaca dwilogi Sheila jika ingin memahami anak Tuna Laras yang benar-benar ada di muka bumi ini! Kamu bisa dapatkan buku ini secara murah dengan potongan harga 50% dari lima puluh dua ribu di Mizan Book Corner Yogya. Atau kamu bisa pinjam milikku. Tak masalah... Tapi aku hanya punya buku ke-duanya. O iya, dwilogi ini merupakan international bestseller dan telah terjual lebih dari 50.000 eks di Indonesia. Berikut penulisnya yang merupakan psikolog pendidikan dan guru pendidikan luar biasa.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku: Self Driving

Ringkasan The Old Man and The Sea

Kisah di Balik Pintu (1)