Jadi Ingat Nasgor dan Ayah
Pagi ini aku lihat
Ita sibuk mengoseng-oseng nasi yang baru saja ia keluarkan dari rice cooker.
Kulihat ia membuka bumbu nasi goreng instan. Masih dengan pakaian tidurnya ia
berusaha fokus menyelesaikannya demi sang ayah. Sebelumnya ia telah selesai
menunaikan pekerjaan merebus air dan mengisi air ke teko-teko sebagai
persediaan minum kami. Kali ini tidak pernah aku lihat Ita demikian rajin dan
telaten dalam hal piket kos kecuali pagi ini. Sesuatu yang istimewa mungkin
tengah memenuhi ruang hatinya. Melihat
tingkahnya, aku senyum-senyum sendiri di celah pintu kamarku yang sedikit
terbuka. Yah, kupikir karena demikian istimewanya kunjungan sang ayah kali ini.
Sungguh 2 orang yang saling menyayangi, meski telah kehilangan ibu dan istri
yang sama-sama mereka cintai. Ita pun hanya anak tunggal yang ditinggalkan
almarhuma.
dari google
Begitulah aku
kemudian teringat ayahku…
Sebelum aku merantau
ke Jogja, tentu aku senang sekali manakala ayah masak nasi goreng. Bagiku nasi
goreng buatan ayah jauh lebih spesial dibanding buatan ibu. Meskipun sama-sama
enak, tetapi cara ayahku meracik bumbu,
membuat aku dan adikku penasaran mengikuti langkah-langkahnya. Hingga suatu
waktu, kami berdua sepakat membuat nasi goreng sesuai resep ayah, untuk
disajikan pada hari minggu pagi. Tentu saja kami masak dengan sangat belepotan.
Nasi kucar-kacir saat dioseng-oseng, kulit bawang berserakan setelah kami
sangat tidak efisien mengupasnya, dan kemudian berakhir pada tumpukan alat
masak yang kotor. Ehmm, soal rasa? Emang lidah ga pernah boong. Sumpah, nasi
gorengnya kurang asiiiin. Kebanyakan kecap dan nasi. Hihihi. Tetap saja kami
berdua senang karena sudah menghasilkan karya yang sangat berbeda dengan rasa
nasi goreng ayah maupun ibu. Nah, disinilah letak keunikan rasa makanan buatan
kami. Hahahaha
Ketika kami
sekeluarga makan bersama, kakakku yang kedua tidak begitu bernafsu pada makanan
yang ada dihadapannya. Kami sengaja menaruh porsi menggunung pada piringnya.
Biasanya kan ia paling banyakdan paling cepat menghabiskan makanan. Aku jadi
penasaran, bagaiamana responnya kali ini…
Benar sekali, ia ga
abis makannya. Huhu, sebagai akibatnya aku yang harus mengahabiskan T_T…
Sekarang, aku jarang
sekali memakan nasi goreng buatan ayah. Pas waktunya pulang ke rumah, belum
tentu juga pas buat nasi goreng… Masih banyak menu yang lebih utama yang
membutuhkan pelampiasan kangen sang anak yang akan dibuatkan ibu. Mungkin, jika
ada kesempatan, tahun depan aku minta buatin nasi goreng oleh ayahku. Hehehe.
Buat ayahku:
"Pa, sungguh nasi goreng buatanmu belum pernah kutemui rasa dan
tampilannya di Jogja ini. Rasa dan tampilan yang sederhana kupikir jauh lebih
baik dari yang mewah. Karena itulah yang buat jadi istimewa. Nasi goreng
buatanmu nomor 1, pa!"
Komentar
Posting Komentar