KI HADJAR DEWANTARA BUKTI NYATA PENDIDIKAN INDONESIA


PENDAHULUAN

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Akhir Di Sekolah Kepemimpinan BEM FIP UNY
Wali Kelas : Isnaini Wulandari
Oleh : Novi Trilisiana
2009

Pemimpin besar terlahir akibat hasil tempaan dan asuhan lingkungan yang menaunginya. Dari lahir, remaja, hingga menuju dewasa (andragogi) akan dihiasi pengalaman dan kesan-kesan baik maupun buruk, menarik hingga menantang. Gejolak-gejolak itu akan terbentuk seiring berjalannya waktu. Pembentukan karakter setiap insan berawal dari keluarga, yakni kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Selanjutnya karakter setiap insan dipengaruhi oleh hubungan vertikal dan horizontalnya. Alam pun ikut mempengaruhi. Dari semua itu, akan dilahirkan pemimpin-pemimpin yang besar dan sebaliknya, manusia-manusia yang dianggap “sampah masyarakat”. Hal tersebut tergantung pada sikap yang diambilnya.

Tokoh Nasional yang hingga saat ini masyarakat Indonesia mengenangnya sebagai Bapak Pendidikan Nasional terlahir di lingkungan yang dihiasi warna-warni pergolakkan. Masyarakat Indonesia lebih mengenalnya dengan sebutan Ki Hadjar Dewantara dibandingkan R.M. Soewardi Soerjaningrat yang merupakan nama keratonnya. Ia dididik di masa penjajahan Belanda. Masa-masa ketika setiap tetes peluh dan darah dikorbankan demi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Banyak cara dan strategi Ki Hadjar Dewantara ketika itu untuk membela kaumnya (pribumi) yang tertindas. Menegakkan harkat dan martabatnya sebagai manusia merdeka. Semua itu bukti kematangan karakternya sebagai pemimpin. Seperti apakah sosok seorang Ki Hadjar Dewantara? Penulis akan membahas di bagian konstruksi argumen selanjutnya.

Lika-liku kehidupan Ki Hadjar Dewantara menjadikan ia tangguh dan amat luar biasa. Terbukti dari keberaniannya mengkritik penjajah Belanda lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) yang dimuat dalam surat kabar de Expres. Ulahnya pun menuai protes dari pihak penjajah hingga hukaman menghampirinya. Apa sajakah kontribusi Ki Hadjar Dewantara sebagai bukti kepemimpinannya?

Taman siswa yang terkenal dengan semboyannya: ing ngarsa sung tuladha (di depan memeberi teladan), ing madya mangun karsa (mampu memberi motivasi), dan tut wuri handayani (mampu memberi dorongan) merupakan warisan dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Sampai sekarang masih berdiri kokoh sekolahnya. Bahkan, tut wuri handayana dijadikan semboyan Pendidikan Nasional di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara pun dinisbahkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan tanggal kelahirannya dirayakan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Sosok Ki Hadjar Dewantara merupakan bukti nyata pendidikan Indonesia. Apa yang diperbuat seseorang dalam hidup sangat menetukan cara ia dikenang oleh orang lain setelah ia mati.



KONSTRUKSI ARGUMEN

Kepemimpinan Tercipta dari Lingkungan yang Penuh Gejolak
Seorang pemimpin terlahir dari lingkungan yang penuh tantangan dan sarat pengetahuan. Karakter kepemimpinan adalah wujud dari jiwa kepemimpinan yang tertanam dalam sanubarinya. Jiwa kepemimpinan itu makin hari makin berkembang selaras pengetahuan dan pengalamannya yang kian bertambah. Menjadikan sesorang bertambah dewasa dan matang pemikirannya. Ki Hadjar Dewantara merupakan salah satu bukti yang nyata.

Masa kanak-kanak dan remaja R.M. Soewardi Soerjaningrat atau Ki hadjar Dewantara dipengaruhi oleh sastra Jawa, Agama Islam dan ajaran-ajaran Hindu purba. Sejak kecil wataknya ialah independen, non-konformis dan merakyat. Beliau senang bermain dengan anak-anak orang awam dan sering tidur bersama mereka di masjid. Lingkungan semacam itu menjadikan Soewardi tumbuh menjadi seorang yang pandai sastra Jawa dan religius. Watak seseorang sejak kecil merupakan refleksi akan seperti apa ia di masa depan.

Ia terlahir dari keluarga Keraton Yogyakarta. Tumbuh di lingkungan bangsawan tidak menjadikan ia sombong. Bahkan, nama keratonnya diganti menjadi Ki Hadjar Dewantara agar tak tercipta kesenjangan dengan “kalangan bawah”. Hal itu membuat ia semakin dekat dan mengetahui kondisi krisis kaumnya yang terjajah secara mental dan fisik oleh Belanda. Terutama kesempatan mengenyam pendidikan yang haram bagi seorang yang bukan anak bangsawan ketika itu. Dilema itulah yang membuat ia berontak dan terus terasah rasa kepeduliannya.

Pemimpin akan siap menghadapi situasi apapun dalam hidupnya. Pemimpin akan tahu dan menempatkan sikapnya sesuai kondisi yang tercipta.

Pemerintah Belanda bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut. Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia (Ki Hadjar Dewantara) pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker.

Ki Hadjar Dewantara berani mengambil sikap dengan mengkritisi hal yang dianggapnya tidak pantas terjadi. Namun, ia akhirnya diasingkan ke Belanda sebagai hukumannya. Perlu adanya keberanian dan pengorbanan di setiap langkah yang diambil. Situasi seperti inilah yang membuat seorang bertambah matang menjadi seorang pemimpin sejati. Bermula dari ia pandai memimpin dirinya sendiri yakni, pandai mengambil sikap.

Masa penjajahan Belanda banyak terjadi intrik-intrik yang membodohi hingga menyengsarakan rakyat Indonesia, membuat Ki Hadjar Dewantara berusaha memperbaikinya. Berjuang dengan segenap tenaga dan pikirannya. Banyak bidang yang ia geluti untuk mencapai satu tujuan: kemerdekaan Indonesia. Ia memberikan perhatian lebih pada bidang pendidikan. Tujuannya adalah mendidik rakyat menjadi pemimpin yang berjuang demi kemerdekaan. Tentu saja perjuangan diperlukan dukungan dan semangat bersama untuk mencapainya.

Perjuangan akan menjadikan pemimpin yang tangguh. Menjadi kuat karena lolos dari seleksi alam. Menjadi indah ketika menuai buah perjuangan. Perlu adanya kepandaian dan kesabaran untuk mencapainya. Mengatur siasat yang cerdik ialah salah satu kendaraan perjuangan. Dalam hal ini perjuangan untuk mencapai kemerdekaan yang dilakukan Ki Hadjar Dewantara. Ia yang berjiwa progresif dan agresif bersama-sama dengan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Dr. Douwes Dekker, yang terkenal sebagai “Tiga Serangkai” pada tahun 1912 mendirikan National Indische partij (NIP).

Ki Hadjar Dewantara yang berkecimpung di dunia tulis menulis akhirnya bersama Bung Karno mendirikan perserikatan (kemudian berubah menjadi partai) Nasional Indonesia (PNI). Di dalam PNI ini Ki Hadjar Dewantara seolah-olah mendapatkan panggung untuk kampanye kemerdekaan Indonesia, lepas dari penjajahan Hindia Belanda. Ia juga tergabung dalam organisasi Budi Utomo dan Sarekat Islam. Aktivitas-aktivitas seseorang sangat mempengaruhi prilaku dan pemikirannya.

Taman Siswa Buah Pemikiran Sang Pemimpin Pendidikan Nasional
Kontribusi terbesar yang pernah dilakukan Ki Hadjar Dewantara ialah mendirikan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Taman Siswa merupakan hasil pemikirannya yang berkeinginan melahirkan pemimpin & pejuang kemerdekaan. Taman Siswa tak bisa dipisahkan dengan nama besar Ki Hadjar Dewantara. Seolah-olah jiwa dan perjuangan Ki Hadjar telah menyatu dengan Taman Siswa.

Pemikiran seorang pemimpin yang berjuang di dunia pendidikan seperti Ki Hadjar Dewantara sangat luar biasa. Bermula dari keinginannya memanusiakan manusia secara manusiawi. Tidak berkiblat pada pendidikan yang memberikan hukuman ketika seseorang melakukan sesuatu yang dianggap kesalahan sistem. Sistem ini merupakan adopsi pendidikan bangsa Belanda yang telah lama menggrogoti mental bangsa Indonesia. Taman Siswa dengan nama aslinya National Onderwijs Instituut Taman Siswo memiliki semboyan ing ngarsa sung tuladha (di depan memeberi teladan), ing madya mangun karsa (mampu memberi motivasi), dan tut wuri handayani (mampu memberi dorongan). Latar belakang timbulnya semangat dan semboyan seperti itu tak terlepas dari pandangan hidup atau filsafat pendidikan yang dimiliki Ki Hadjar Dewantara. Akhirnya sistem pendidikan itu disebut sistem among. Among berasal dari kata Jawa yang berarti mengabdi dalam bimbingan.

Ki Hadjar Dewantara memberikan pencerahan pada pendidikan di Indonesia. Hingga saat ini masih kokoh berdiri Taman Siswa dan perguruan yang mengadopsi sistemnya meskipun sistem pendidikan peninggalan kolonial masih banyak.

Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figur keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan.

Pendidikan Kolonial bersandar pada metode pendidikan Barat yang sudah usang, yakni: Regering, tuct dan Orde (perintah, hukuman, dan ketertiban) . Hal ini mengakibatkan akan tumbuhnya pribadi baru yang lebih mementingkan sisi intelektual dan material. Sistem ini menjadi jurang pemisah antara guru dan murid. Ada aksi maka dibalas dengan reaksi. Ada keributan yang dianggap menyeleweng dari sistem maka dibalas dengan hukuman fisik. Tak hanya itu mental pun menjadi sasaran. Pembunuhan karakter!

Ki Hadjar Dewantara dengan sistem among-nya menerapkan prinsip kodrat alam. Maksudnya: segala syarat, usaha dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan. Intinya memanusiakan manusia. Sistem among mirip dengan sistem humanisme. Hanya saja yang berbeda ialah sistem among mengutamakan sisi religius. Rumusan ini merupakan pengalaman Ki Hadjar Dewantara yang terlahir di masa penjajahan Belanda. Rumusan dari buah pemikirannya: Taman Siswa, sistem among, semboyan dan yang lainnya bermula dari rasa keprihatinannya terhadap problematika bangsa. Bermula ketika perjuangan memperoleh kemerdekaan membutuhkan banyak pemimpin yang berjiwa pejuang. Dan akhirnya, pemikirannya ini menjadi peletak dasar Pendidikan Nasional.

Pendidikan Nasional ialah pendidikan yang berdasarkan garis hidup bangsanya (cultureel nationaal) dan ditujukan untuk keprluan perikehidupan (maatschappelijk) yang dapat mengangkat derajat negeri dan rakyatnya, sehingga bersamaan kedudukan dan pantas bekerjasama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.

Layaknya sebuah bahtera rumah tangga, tentunya memerlukan asas agar langgeng. Begitu pula dengan Taman Siswa. Asas hidup Taman Siswa ialah: mengupayakan keselamatan diri, keselamatan bangsa, dan keselamatan umat manusia. Dari asas hidup itu munculah Pancadarma, lima kewajiban Taman Siswa: Pertama, kodrat alam. Kedua, kebudayaan. Ketiga, kemerdekaan. Keempat, kebangsaan. Kelima, kemanusiaan.

Pemimpin dan Tokoh Berjasa Akan Dikenang

Apa yang diperbuat seseorang dalam hidup sangat menentukan cara ia dikenang oleh orang lain setelah mati. Jasa-jasa para pahlawan, sumbangsih pemikiran dan karya manusia yang bermanfaat untuk oarng banyak akan terus dikenang meski pelakunya telah tiada. Taman Siswa Ki Hadjar Dewantara merupakan wujud fisik warisan sosok Pendidikan Nasional. Semboyan tut wuri handayani menjadi semboyan Pendidikan Nasional. Tanggal kelahirannya dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), bahkan ia di kukuhkan sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Semua itu merupakan penghargaan bagi seorang pemimpin yang peduli akan nasib bangsa. Masih banyak nama-nama lain yang dikenang umat manusia. Kebanyakan dari mereka menjadikan perjuangan dan karyanya sebagai prasasti hidupnya. Melalui tulisan-tulisan Ki Hadjar Dewantara menggoreskan pena mengadukan keluh kesahnya. Menguak tabir keamburadulan kebijakan pemerintah Kolonial yang merugikan rakyat. Menjadi pelopor meruntuhkan sistem pendidikan kolonial yang usang. Ki Hadjar Dewantara, nama yang selalu dikenang oleh seluruh rakyat Indonesia hingga masyarakat dunia atas jasa-jasanya. Sudah sepatutnya bangsa Indonesia bangkit menuju Indonesia Emas dengan meneladani kepemimpinan dan buah pemikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Tidak perlu berbesar hati ketika belajar dari pemikiran orang Barat dan melupakan pemikiran bangsa sendiri. Sebagai wujud penghargaan kita pada pemikir dan pemimpin besar. Ki Hadjar Deawantara merupakan bukti nyata pendidikan Indonesia.


KESIMPULAN


Karakter seseorang akan tumbuh sesuai lingkungan sekitarnya. Seseorang akan tumbuh mendekati karakter pemimpin bila ia didik di lingkungan pemimpin pula. Memimpin tak hanya sekedar kata kerja yang kelihatannya memiliki kuasa yang besar. Namun, memimpin dapat diartikan pula menjadi pamong atau panutan. Lingkungan penuh gejolak menjadikan seseorang terus belajar dan beradaptasi menjadi sosok yang siap dan matang. Itu bukti kedewasaan seorang pemimpin yang ditempa oleh alam. Akan ada seleksi alam bagi yang bermental bukan pemimpin.

Seorang pemimpin dapat menempatkan sikapnya. Ketika situasi rumit ia harus pandai mengatur strategi. Ketika situasi menantang ia harus berani dan cepat mengambil tindakan. Ada kalanya ia bersikap lemah lembut terhadap rakyatnya yang kesusahan. Mengerti permasalah yang sedang ia hadapi. Menyatukan bawahannya untuk mencapai satu tujuan karena ia yakin sesuatu yang dikerjakan secara beramai-ramai tidak akan mudah lemah dan hancur. Pemimpin juga akan melihat masa depan dengan optimis diiringi upaya menebang belenggu-belenggu psimisme. Ia yakin kontribusi sekecil apapun akan sangat berpengaruh untuk perubahan besar. Hakikatnya adalah memberikan sebanyak-banyaknya bukan menerima sebanyak-banyaknya.

Patutlah kita ambil teladan pada seorang pemimpin dan evolusioner pendidikan Indonesia: Ki Hadjar Dewantara. Ia adalah pelaku sejarah kemerdekaan Indonesia, pejuang dalam bidang pendidikan dan seeorang yang sangat mencintai kaumnya. Karakter, pemikiran, dan kontribusinya merupakan bukti nyata telah lahir pemimpin besar di Indonesia. Bapak Pendidikan Nasional yang telah mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia ini juga merupakan bukti nyata pendidikan Indonesia. Jasa-jasanya di dunia pendidikan sampai saat ini terus diamalkan dan dikembangkan demi tercapainya tujuan awalnya: memanusiakan manusia secara manusiawi.


BIBLIOGRAFI

Saksono, Gatut Ign. 2008. Pendidikan yang Memerdekakan Siswa. Yogyakarta: Rumah Belajar Yabinkas

Siswoyo, Dwi, dkk. 2008. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Br. Theo Riyanto, FIC, “Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang pendidikan”, [http://www.bruderfic.or.id/h-59/pemikiran-ki-hajar-dewantara-tentang-pendidikan.html] [date last update: Mei 2, 2004], [date last access: Januari 1, 2010].

“Biografi Ki hadjar Dewantara“, [http://www.eramuslim.net/?buka=show_biografi&id=18] [date last update: November 6, 2007], [date last access: Desember 16, 2009].

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku: Self Driving

Ringkasan The Old Man and The Sea

Kisah di Balik Pintu (1)