Bagiku, Perang Itu...
Kepedulian
Menghindarkan kejadian Buruk
Aku terbangun dari
mimpi buruk pada tidur siangku hari ini. Kerongkonganku tercekat mengharap
dialiri segera air yang jernih. Pegal semua badan, kurasakan. Seingatku,
selepas nyawaku terkumpul, aku meludahi si penggoda tiga kali ke arah kiri.
Entah karena aku lupa berdoa atau terlalu sering membaca buku keburukan yang
timbul akibat perang! Mungkn kah… Terakhir kali sebelum tidur aku menamatkan
novel The Kite Runner.
Kudapati diriku
mengutuki perang di Afganistan tiap kali
menelusuri halaman buku tersebut. Perang dengan alasan apapun, jika terjadi
akan banyak merenggut kebahagiaan satu sama lain. Aku tak sampai hati
membayangkan negeri Indonesia_tanah airku tempat aku lahir, tumbuh, dan mungkin
'tamat'_berubah menjadi negeri mati gara-gara peperangan. Buku ini, sedikit
banyak menyingkap cakrawala pekat atas keegoisanku dan ketakpedulianku pada
negeri sendiri. Kini aku peduli. Bangun dari ketidak-mau-tahuan-ku atas
keburukan politik di Indonesia.
Setidaknya aku tidak
ingin bernasib sama dengan Amir yang merupakan tokoh utama buku itu.
Kupikir ia mungkin tergolong yang beruntung. Yah, maksudku, ia masih bisa lolos
dan diterima hangat oleh warga Amerika. Setelah berani meninggalakan harta, tetangga,
dan tentu kenangan indah di Afganistan. Namun, lagi-lagi kenangan kehidupan seseorang yang damai sentausa di negeri tercinta menyeruak, dan siapapun akan
menjadi sangat takut, ketika kenangan itu telah tergantikan dengan kehancuran yang mengenaskan. Suatu saat siapapun itu akan kembali dan tanpa sadar meratapinya.
Terperangkap antara kenangan dan kenyataan akan sangat menyesakkan dan membuat setiap
orang yang tak kuat, bisa gila. Sungguh, itu semua, kuharap tak pernah kujalani!
Maka daripadanya aku
menjadi peduli pada masa depan, aku, keturunanku, bangsa, dan tanah subur ini.
Biasanya, saat pelajaran sejarah ataupun Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, ada bab yang membahas sistem pemerintahan negara. Bab inilah
yang sangat membingungkan kala itu. Masing-masing punya plus-minus jika
diterapkan. Seingatku, aku lebih cenderung pada sistem Republik setelah
mempertimbangkan keutamaan-keutamaannya. Meskipun kini kutahu, yang nampak di
negeri ini banyak juga kelemahan sistem republik.
Mengapa pembahasan
ini sampai jauh dan tiba-tiba mengkaitkannya dengan pengalaman belajarku dulu, hah? Baiklah, aku akan sok menyimpulkan dari sedikitnya pengetahuanku. Banyak di antara
penyebab peperangan berasal dari propaganda ideologi yang berujung pada maksud
mengubah sistem pemerintahan. Perang bisa terjadi antara suku atau etnis di
negeri yang sama maupun antar negara yang berbeda. Pada masing-masing pihak
mempertahankan maupun memperjuangkan ideologi_semacam pandangan hidup, tatanan
hidup, adat istiadat, suatu paham yang diyakini dan dijalani masyarakat di
dalamnya_dengan cara apapun yang kemudian hanya ada satu ideologi superior yang
menang. Sampai di sini apakah kita bisa membayangkan kengerian kekerasan atas
suatu paksaan yang mengusik kedamaian kita?
Masih ingatkan
tentang G 30 SPKI yang merupakan puncak pemaksaan ideologi komunis di Indonesia? Akhir September berdarah di tahun 1965 dilakukan pembantaian tokoh-tokoh yang dianggap berbahaya oleh
antek-antek Partai Komunis Indonesia. Alih-alih ingin membawa masa depan
Indonesia menjadi lebih baik namun dengan cara yang biadab. Komunisme diyakini
mampu memberikan kesejahteraan masyarakat dengan menyetarakan status sosial
satu sama lain. Namun, komunisme mengabaikan kekuasaan Allah atas segala sendi
kehidupan dan menghalalkan segala cara untuk mengusung kemakmuran. Tak ada
seorang pun berkembang dengan setumpuk kekayaan kecuali hartanya akan dirampas
dengan berbagai cara dan kemudian dibagi-bagikan merata kepada masyarakat.
Hingga pada akhirnya, aturan perundang-undangan negeri kita usai terlepas dari
ancaman komunis, mengharamkan tumbuhnya bibit-bibit gerakan ini.
Syukurlah aku tidak
terlahir di zaman itu. Sekarang, kita semua hidup merdeka di negeri yang telah merdeka,
bukan? Namun, bukan tidak mungkin hal serupa berulang kembali, yah?! Menuliskan kalimat ini saja, aku jadi
merinding. Kemudian, aku diikuti pikiran-pikiran negatif yang terus saja
menerobos keluar dan mendesakku untuk menuliskan mereka semua. Begini, begini... Pemberontakkan
bisa saja terjadi di tengah ketidakpuasan beberapa orang terhadap kinerja
pemangku kekuasaan. Rencana-rencana jahat yang mengatasnamakan revolusi bisa
jadi mulai tersusun rapi di tengah KKN yang menggerogoti pelaku pemerintah.
Konflik-konflik kemanusiaan dan etnis kembali menyeruak karena menuntut hak-hak
adat. Pada akhirnya, manusia terpaksa dan sengaja dipaksa untuk tidak mengakui
Tuhan yang menciptakan langit dan bumi ini. Mereka menyerah pada Maha Raja! Naudzubillah...
Mungkin bukan lagi
komunisme yang mengancam kita tetapi mungkin ideologi lain telah siaga
mengintip dengan tajam ke arah kita. Mungkinkah….
Menurutku, manusia
tanpa meyakini Tuhan sama dengan 'tidak tahu diri'_pengganti yang cukup sepadan
dengan atheis. Meskipun banyak
menggadang-gadangkan mereka cukup humanis. Nyatanya pada titik nadir, mereka
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri!
Kembali lagi bahwa
aku peduli pada negaraku. Negara yang tentu saja menjunjung tinggi nilai agama.
Dengan lugas aku
mengakui bahwa aku bukan pengidam untuk terjangkit ideologi
Sepilis_Sekulerisme, Pluralisme, liberalisme_ yang kebanyakan juga telah dianut
oleh beberapa negara. Sementara ini, yang kutahu beberapa LSM di Indonesia
semakin menggencarkan imbauan melarang ideologi ini berkembang.
Aku juga bukan
seorang yang menyukai peperangan dan juga (semoga selamanya) bukan yang
menyalahartikan agama! Aku hanya peduli pada negeri ini, yang secara fitrah dan
sisi kemanusian masyarakatnya tidak terlepas dari kuasa Tuhan yang menciptakan
seluruh alam semesta. Sekali lagi aku juga bukan penyongsong multikulturalisme. Yah, aku sadar pembahasan kita memasuki ranah sensitif.
Lantas, bagaimana
aku mewujudkan kepedulianku? Bukankah kita sudah benar-benar jelas mendiami
tanah yang sila pertama ideologinya adalah "Ketuhanan Yang Maha Esa".
Benar! Aku hanya ingin cita-cita The Founding Father negeri ini berjalan dengan
sukses. Banyak orang menyimpangkan keberagaman dengan penerjemahan yang salah
kaprah. Mengatasnamakan multikulturalisme dengan sadar dan tanpa sadar menjadi
liberalisme dan sekulerisme. Itu sama artinya menjadikan dirinyalah yang paling
berkehendak dan bekuasa atas apa yang terjadi pada hidupnya. Kini bukan lagi
komunisme yang mengincar kebahagiaan beragama karena memang peradaban komunisme
telah hancur setelah Uni Soviet, Rusia, dan negara komunis lainnya sadar tiada
keseimbangan dan keteraturan atas sistem yang mereka buat. Tuhan Yang Maha Esa
adalah harga mutlak.
Lalu, bagaimana
caranya kau tahu aku peduli? Tulisanku ini adalah kepedulian pertamaku yang insya Allah akan diikuti dengan kepedulian
lainnya dari beberapa cara yang makruf. Akhirnya,
aku hanya berharap diberi petunjuk atas jalan yang lurus dari Allah dan
berharap kita semua hidup harmonis dengan aturan-aturan dan nilai kebenaran
Allah SWT. Dalam sanubariku besar harapan untuk-Nya semoga jika peperangan
terjadi, itu tidak membuatku terhina di dunia dan di akhirat...
Ini menurutku, bagaimana menurtumu?
Ini menurutku, bagaimana menurtumu?
Komentar
Posting Komentar