Detik-detik Menjelang Kematian

Ibarat seorang agen intelegen yang memiliki misi, manusia diciptakan karena ada misi dalam kehidupannya di dunia. Manusia yang lahir memiliki modal keadaan yang suci (fitrah) dalam mengemban misi berupa menyembah Allah yang telah menciptakannya. Modal dan misi tersebut semestinya menjadi penghantar manusia agar tetap dalam keadaan fitrah di akhir hayatnya. Hanya saja, paparan godaan-godaan setan seringkali membuat manusia mengalami defisit kehidupan yang menghitam pekatkan fitrah. Rasulullah SAW bersabda, “Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah” (HR. Bukhari). Oleh karena itu, barangsiapa yang bisa selamat dan berhasil melewati ujian dunia serta dapat menjaga keimanan dan kesucian fitrahnya, maka dialah yang akan mendapatkan kemenangan atas misinya dan menyandang gelar juara.



Ternyata kehidupan manusia tidak hanya dialami di dunia. Manusia mengalami 4 fase (mati-hidup-mati-hidup). Semula manusia berada di dalam alam ketiadaan (mati), lalu Allah meniupkan ruh hingga manusia lahir ke dunia (hidup). Setelah itu, manusia diwafatkan (mati) dan dibangkitkan kembali (hidup) untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia. Fase kematian kedua inilah yang menjadi gerbang bagi manusia untuk pulang kembali kepada penciptanya. Sederhananya, pulang kampung ke negeri akhirat karena itulah asal kita. Bagaimanakah perasaan & sikap seorang mukmin dalam menyambut kampung akhirat?

Buku yang ditulis Haidar Musyafa membantu pembaca membangun perasaan & sikap waspada, hati-hati, sekaligus bahagia manakala kematian menjelang. Walaupun sakitnya seperti melebihi 1000 kali rasa sakit dikuliti, akan ditampakkan di pelupuk mata seorang mukmin tempat tinggal dan kebahagiaan yang menantinya di surga, sehingga dia berkeinginan untuk segera bertemu dengan Allah demi mendapatkan apa yang telah dilihatnya. Jadi, kematian adalah jembatan bertemu dengan Allah. Maka sudahkah bekal kita, mumpuni?

Seorang mukmin yang cerdas ialah yang menjadikan maut sebagai pelajaran hidup sehingga ia mempersiapkan bekal terbaik dalam menjalani fase pasca kehidupan dunia. Sesungguhnya apa sih bekal yang akan menyertai manusia setelah mati? Ada tiga bekal kematian yaitu (1) keimanan, (2) ketaqwaan, dan (3) amal-amal shalih. Ketiga bekal ini memiliki konsekuensi yang tidak mudah didapatkan. Pada kenyataannya, boleh jadi amalan yang nampak oleh mata begitu indah sempurna tetapi amalan hati belum tentu Allah terima. Manusia terkadang masih terjebak pada kamuflase hati yang seolah ikhlash (beribadah semata karena Allah) padahal masih mengharap pujian manusia lain. Masih sering manusia sekarang suka menunda-nunda panggilan sholat demi menatap layar handphone. Ada yang mengibaratkan handphone seperti ‘setan gepeng’ yang mudah sekali menjerat manusia untuk bermaksiat. Ada pula yang menyepelekan membayar utang piutang sehingga yang diutangi malu menagihnya. Belum lagi mulut kita yang senang memakan daging saudaranya sendiri di pagi, siang, dan petang hari. Belum lagi dosa-dosa besar yang boleh jadi kita lakukan tanpa sengaja karena sedikitnya ilmu dan kesabaran.

Menariknya buku ini adalah pada pemaparan detail proses demi proses sakaratul maut hingga kehidupan pasca kematian. Maka, judul buku ini tersemat dengan layak. Seperti dalam tanda-tanda datangnya kematian, dikisahkan potongan hidup Rasulullah menjelang kematian. Selain haru biru, kisah tersebut memberikan pelajaran bahwa setidaknya mukmin dapat merasakan bahwa kematiannya telah tiba sedangkan bagi musyikin dan ahli maksiat yang tidak ditakdirkan bertaubat, tidak kuasa merasakan tanda-tandanya sehingga ia langsung merasakan sakaratul maut yang sangat menyakitkan. Apa sajakah tanda-tandanya? Silakan baca sendiri bukunya. Sedikit bocoran, bahwa pada tanda pertama di 100 hari sebelum datangnya kematian, Allah memberikan tanda kepada mukmin yang Allah kehendaki pada waktu setelah ashar. Seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki akan mengalami getaran, diiringi dengan hawa dingin yang menusuk sehingga menyebabkan orang itu menggigil. Tanda ini rasanya nikmat, dan bagi mereka yang sadar dan berdetak di hatinya bahwa mungkin ini adalah tanda kematian, maka getaran ini akan berhenti dan menghilang setelah orang yang mendapatkan tanda kematian ini menyadarinya.

Apa jadinya, jika kita tiap menit atau detik menghadirkan parasaan bahwa sebentar lagi akan mati mungkin kita akan melakukan kebaikan dan meninggalkan kezaliman secara maksimal. Semoga kita tidak lama-lama lalai dan diberi kesempatan untuk taubat sebelum sakaratul maut. Sebab, godaan sakaratul maut begitu dahsyatnya. Setan tidak akan putus asa mendatangi manusia menjelang sakaratul maut. Bentuk godaannya, bisa berupa harta, ilmu, keluarga, binatang yang ditakuti dan lain-lain yang menjadi titik kelemahan manusia agar menjadi fasik dan musyrik. Maka, perbanyaklah zikir baik dalam keadaan duduk, berdiri, dan berbaring. Kuat-kuatan kinerja kita sebagai muslim dengan kinerja setan. Pada dasarnya, sifat setan itu ada dua: (1) waswas, setan memberi was-was/ godaan ketika orang lalai zikrullah; dan (2) khonnas, setan akan bersembunyi ketika manusia zikrullah (mengingat Allah).

Apabila napas seseorang sudah sampai di tenggorokan, semua bentuk penyesalan sudah tidak ada gunanya dan pertaubatan sudah tidak diterima. “Tidak! Apabila nyawa sudah sampai kerongkongan, kemudian akan dikatakan (kepadanya), ‘siapa yang dapat menyembuhkan?’ Dan dia yakin bahwa itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau. Karena dia (dahulu) tidak mau membenarkan (al-Quran dan Rasul) dan tidak mau melaksanakan sholat, tetapi dia justru mendustakan (Rasul) dan berpaling dari (kebenaran), kemudian dia pergi kepada keluarganya dengan sombong.” (QS Al-Qiyama [73]: 26-33) Mari bertaubat sebelum penyesalan menjadi sia-sia karena ajal kadung menjemput.

Dalam sebuah riwayat shahih disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah berkata kepada Aisyah r.ha.,”Wahai Aisyah, keadaan yang sangat menyedihkan dan membuat sedih perasaan mayit adalah waktu jasadnya dimandikan. Pada saat itu ruh dari mayit itu berkata, ‘wahai orang-orang yang akan memandikan jasadku, aku memohon kepada kalian agar menanggalkan pakaianku dengan pelan-pelan dan penuh kelembutan, karena sesungguhnya jasadku baru saja istirahat dari sakaratul maut.’ Dan ketika orang-orang akan menuangkan air pada jasad si mayit, maka ruh mayit akan menjerit dan memohon agar yang memandikan jasadnya menuangkan air secara pelan-pelan....”

Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa “Demi Allah, seandainya jenazah yang sedang kalian tangisi bisa berbicara sekejap, lalu menceritakan pengalaman sakaratul mautnya pada kalian, niscaya kalian akan melupakan jenazah tersebut, dan mulai menangisi diri kalian sendiri.” Begitu sakitnya sakaratul maut diriwayatkan. Baik kaum mukmin dan musyrik akan merasakan sakitnya sakaratul maut. Perbedaannya ada pada cara malaikat Izrail mengambilnya, apakah dengan lemah lembut ataukah dengan kasar. Permintaan Nabi Idris, a.s. kepada Allah untuk merasakan sakaratul maut dan kemudian dihidupkan kembali ke dunia, dikabulkan. Nabi Idris a.s. merasakan sakit seperti 1000x lebih sakit daripada dikuliti seluruh tubuh padahal malaikan Izrail menyampaikan bahwa ia mencabut nyawanya dengan lemah lebut. Apatah jika dengan sangat kasar?

Kesakitan sakaratul maut belumlah seberapa, jika mayit yang telah dikuburkan tidak mampu menjawab 3 pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, kuburnya akan dipersempit, sehingga tulang-tulang rusuknya akan bercampur menjadi satu berulang-ulang. Ia akan ditemani orang yang buruk rupa dan menakutkan yang merupakan representasi amalan buruknya di dunia. Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa orang-orang kafir di dalam kuburnya akan dikirimkan seseorang yang buta kedua matanya, tuli, dan bisu, yang di kedua tangannya terdapat pemukul yang sangat keras terbuat dari besi. Jika besi tersebut dipukulkan pada gunung, maka pastilah gunung tersebut akan hancur lebur. Kemudian orang tersebut memukulkan besi tersebut pada orang kafir itu, sehingga jeritan suaranya akan terdengar oleh seluruh makhluk Allah swt kecuali jin dan manusia (HR Imam Bukhari). Kenestapaan itu berlangsung hingga hari kiamat. Apabila di kuburan, ia sudah mendapatkan kesulitan dan kesempitan, fase kehidupan kedua (dibangkitkan dari kubur) akan lebih sulit dan berat lagi.

Berbeda dengan adzab kubur bagi musyikin, seorang mukmin akan mendapatkan kelapangan dan penerangan di dalam kuburnya. Ia akan ditemani seseorang yang bersih dan indah sebagai representasi amal kebaikannya di dunia. Ia ingin sekali hari kiamat segera datang agar ia bisa merasakan kenikmatan yang jauh lebih nikmat dibandingkan kelapangan di alam kubur. Masya Allah.

Kehidupan setelah dibangkitkan dari alam kubur, dipaparkan dari dua sudut pandang: orang yang merugi dan orang yang beruntung. Intinya, buku ini selanjutnya memaparkan betapa pedihnya apa yang dialami orang-orang yang merugi dan betapa bahagianya orang-orang yang beruntung. Salah satu kebahagiaan tersebut, para penghuni surga akan dibangkitkan dengan wajah dan fisik seperti Nabi Adam a.s. Ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Malik r.a., Rasulullah saw bersabda, “Para penghuni surga akan dibangkitkan dengan wajah seperti wajah Nabi Adam a.s., dalam usia antara tiga puluh tiga tahunan. Berambut pendek, belum berjenggot, dan matanya bercelak...” (HR Bukhari) Kalau kepedihan adzab yang diterima ahli neraka, saya sampai ngeri mendeskripsikannya.

Akhirnya, buku ini menjadi pengingat buat saya pribadi dan mudah-mudahan buat para pembaca yang lainnya. Semoga semakin membuat kita mawas diri meletakkan dunia dalam genggaman tangan saja dan akhirat dalam segenap hati. Pasti ada sebagaian orang yang tidak percaya pada kehidupan akhirat dan menyangsikan hadits-hadits Rasulullah. Jangankan hadits, Al-Quran yang merupakan firman Allah, mereka dustakan. Kehidupan akhirat mereka sangsikan dan dianggap takhayul. Itulah yang membedakan sikap seorang mukmin dan musyrik. Semoga kita termasuk orang yang mendapatkan hidayah Allah dan kesempatan bertaubat sebelum maut menjemput. [NT]

Judul Buku : Detik-detik Menjelang Kematian
Penulis : Haidar Musyafa
Penerbit : Citra Risalah, Yogyakarta
Tahun Terbit : 2014
Jumlah Halaman : 166
Peresume : Novi Trilisiana

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku: Self Driving

Ringkasan The Old Man and The Sea

Kisah di Balik Pintu (1)