Seputar Mufakat Firasat

Mufakat Firasat



Gerakan Islam sepertinya merupakan antitesis dari statisnya penafsiran. Ia adalah tempatnya beragam pemikiran mengenai Islam yang ujungnya diharapkan mampu mempersatukan, sehingga bukan mudah bagi siapapun mampu bertahan di dalamnya. Belum lagi sesiapa yang kontra senantiasa menginginkan gerakan Islam porak poranda. Agar gerakan indah-teratur, kokoh-bertahan, maupun bernilai-bermanfaat, penggerak yang terdapat di dalamnya tak boleh luput menghidupkan tradisi keilmuan. Menghargai dengan baik tradisi keilmuan akan membuat aktivis-aktivis gerakan Islam mampu bersabar atas secuil perbedaan dan bergenggam erat demi utamanya persatuan. Salah satu khasanah untuk mendukung tradisi keilmuan tersebut adalah buku Mufakat Firasat karya Yusuf Maulana.

Hadirnya buku Mufakat Firasat dapat menghantarkan penghikmah gerakan Islam untuk berbenah dan kembali menekuri firasat yang muncul. Siapapun juga bisa membaca buku ini jika ia tertarik pada sejarah. Terutama sejarah yang menyibak sisi lain yang jarang menjadi suguhan media mainstream. Ada penelusuran lebih lekat yang dilakukan penulis dari berbagai referensi sehingga pembaca boleh jadi nyaris tak menduga. Perihal yang termasuk di dalamnya seputar adab ulama, pemimpin, maupun murid di masa kajayaan maupun keruntuhan Islam. Perihal lainnya menyentil kejadian masa kini yang dekat dengan aktivis pergerakan Islam di Indonesia dan Turki.

Yusuf Maulana mengajak siapapun yang mencintai perdamaian secara tulus, untuk belajar menjernihkan batin agar firasat yang muncul tersikapi dengan hati-hati. Melesetnya perbuatan tersebab firasat tak mendapatkan tempatnya, bisa menimbulkan duka dan kekecewaan. Sebagaimana kecewanya Daud Beureueh (Pemimpin Rakyat Aceh) saat janji proklamator padanya dan rakyat Aceh tak ditepati berulang kali (dalam bab Firasat yang Ditaklukkan Airmata). Sebagaimana pula kehancuran kekhalifahan Abbasiyah karena khalifah al-Mustha’shim menekan firasatnya kemudian mempercayai al-‘Alqami, seorang wazir sekaligus musuh dalam selimut (pada bab Firasat yang Ditundukkan Visi Khalifah).

Saya mencoba untuk meyederhanakan bahasa yang dipakai penulis untuk memahami firasat maupun prasangka (dugaan) karena pilihan kata yang tersaji, tidaklah biasa. Menurut Yusuf (dalam bab Mendengki Tempat Terindah), Firasat sendiri memiliki makna yang berbeda dengan prasangka atau dugaan. Perbedaan keduanya terletak pada proses menilai. Pemahaman ini disarikan penulis dari pemikiran Syed Muhammad Naquib al-Attas bahwa ‘dugaan’ adalah suatu keadaan hati yang lebih condong pada salah satu tanpa menolak yang lainnya dan dugaan segera menghasilkan putusan dari gerakan hati yang semula muncul. Pada dugaan, proses menilai perihal apa yang terjadi berdurasi singkat dan mengabsolutkan gerak hati, bahkan tidak melakukan analisis dari fakor eksternal gerakan hati. Misalnya (mudah-mudahan saya tidak keliru), seseorang yang baru saja kehilangan kuda terbaiknya memilih untuk menerima kehendak Allah atas apa yang terjadi padanya. Ia tidak tahu apakah itu musibah ataukah anugerah sehingga ia menduga itu takdir terbaiknya (berprasangka baik pada Allah). Contoh lainnya adalah dugaan/prasangka buruk yang mana oleh penulis diartikan sebagai “Yang tampak, segera divonis sebagai kesalahan, kekeliruan, ketidaklengkapan, ketidakakuratan, dan serupa itu yang berkonotasi tidak positif.”

Adapun firasat, terhadap gerakan hati dalam menilai sesuatu itu baik atau buruk, memerlukan proses yang cukup untuk menimbang-nimbang perihal baik dan buruknya sehingga yang dihasilkan adalah sebuah kebaikan atau kewaspadaan. Sebagaimana di dalam bab Firasat-firasat Sayyid Quthb, penulis memberikan contoh nyata bagaimana semestinya firasat berlaku. Lebih lanjut, penulis menyatakan bahwa tumpulnya firasat bisa disebabkan dari ambisi syahwat maupun kecintaan menggebu pada ego.

Beragam kisah lampau disajikan penulis yang dikaji atas kesatuan tema berupa firasat. Ada kejadian yang memilukan, mendewasakan, menggemilangkan dan membinasakan. Membaca buku ini dengan seksama membuat saya kembali mempertanyakan sudahkan firasat pemimpin-pemimpin di dunia ini mampu menghasilkan kebaikan sejagad? Belum lagi ketika mempertanyakan hal serupa pada diri sendiri, sudahkan firasat pribadi mengarahkan diri pada pembenahan? Meskipun terasa amat hina karena belum bisa meneladani Rasulullah Saw dan ulama dalam berdakwah, buku ini terus memberi semangat agar siapapun tidak berputus asa.

Dari buku ini juga, pembaca dapat belajar sepatutnya bahwa bentuk keterbukaan melahirkan toleransi yang menyejukkan. Ini berlaku pada perkara-perkara muamalah dan tidak pada perkara ketauhidan. Selagi seseorang atau kelompok mentauhidkan Allah dan mengikuti Rasulullah, maka di antara mereka adalah saudara. Adapun jika terdapat perselisihan berkaitan ilmu fiqh maka disikapi dengan terbuka melalui dialog dan ruang kelimuan lainnya. Mudah-mudahan terlahir kebijaksanaan karena memang perdebatan di antara para ulama terdahulu sudah terjadi hingga saat ini. Hanya saja, toleransi yang menyejukkan ini bisa juga dirusak oleh pemimpin yang zalim dan suka memaksakan kehendak demi kepentingan kekuasaannya.

Tidak hanya ulama dan cendekiawan Muslim dunia, ilmuwan non Muslim juga disoroti dalam buku ini. Zaman kejayaan Barat tidak sekonyong-konyong terwujud dan meliyankan peran ilmuwan Muslim sebelum masa Renaissance. Pada bab Menggeledah Alpa Copernicus, setiap muslim tidak perlu menyontoh Copernicus yang menulis bagian dari karya fenomenalnya yang kemudian ditengarai merupakan pemikiran ulama terdahulu, jauh sebelum Copernicus hadir di Bumi. Perbuatan meniru persis karya orang lain tanpa menyantumkan pemiliknya seperti seorang murid yang menikam gurunya dari belakang dan sang murid dianggap pahlawan.

Selain dari sorotan mengenai isinya yang berkualitas, buku ini cukup pantas jika ia menjadi warisan yang perlu dibagikan. Bahkan bisa juga memantik penulis lain yang memiliki perbedaan pandangan untuk mendebatnya. Bagaimanapun juga hikmah selayaknya ditemukan oleh setiap muslim. Firasat saya, dengan banyaknya buku seperti ini dapat dihayati dengan seksama oleh para pemuda Islam, insya Allah, setiap langkah kaum mukminin mengarus menuju satu poros persatuan. Semoga! [NT:Bandar Lampung, 05-06-17]

Judul Buku : Mufakat Firasat Penjelajahan Sejarah bagi Penghikmahan Gerakan Islam
Penulis : Yusuf Maulana
Penerbit : Muda Cendekia, Jawa Barat & Samben Library, Yogyakarta
Tahun Terbit : Maret 2017
Jumlah Halaman : xxxii+428
Peresume : Novi Trilisiana

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku: Self Driving

Ringkasan The Old Man and The Sea

Kisah di Balik Pintu (1)