Chapter 1 L2K

Judul Buku: Lapis – Lapis Keberkahan
Penulis: Salim A. Fillah
Penerbit: Pro-U Media
Halaman: 17-58 (Chapter 1)
Pembuat Resume: Novi Trilisiana (IM 6)

Seperti buku-buku Salim A. Fillah lainnya, saya selalu menyukai diksi dan analogi yang ditengahkan kepada pembaca. Kali ini buku terbarunya sedang hangat diperbincangkan dalam dunia dakwah literasi. Buku ini tebalnya nyaris 3cm dengan panjang 24cm dan lebar 16cm. Isinya padat berisi kaya inspirasi dengan 517 halaman yang meliputi. Salah satu diksi yang dipilih untuk menghiasi cover depannya bagi saya terasa sederhana tapi cukup memikat. “Memburu berkah amatlah berat. Tapi justru di dalamnyalah ada banyak rasa nikmat.”

Pada bagian pertama (chapter 1), penulis menamainya sebagai “Beriris-Iris Asas Makna” dengan 6 sub bagian yang meliputi, (1) Menetap-Berkekal, Bertumbuh-Bertam
bah; (2) Tabaarakallaah, Sebaik-baik Pencipta; (3) Kebaikan di Tangan-Mu, Yang Maha Tahu, (4) Tiada Daya, Maka Berjaya; (5) Mengemudi Hati di Jalan Lurus; dan (6) Mesra dalam Ringkasnya Hidup. Nampak dalam bagian pertama ini, penulis mengantarkan pembaca pada asas makna KEBERKAHAN yang memilki Lapis – Lapis.

Selalu dalam tiap sub-bagian pada bagian pertama ini, penulis mengawalinya dalam kisah monumental bagi kaum muslimin yang bersumber dari Al-Quran maupun riwayat. Sekali lagi penafsirannya tidak melenceng dengan tetap menggambarkannya melalui bahasa yang meliuk nan menawan. Inilah ciri khas gaya menulis seorang Salim. Bermula dari kisah-kisah yang dipaparkan itulah kemudian tiap sub-bagian memiliki kesimpulan singkat mengenai Lapis-Lapis Keberkahan dalam payung “Beriris-Iris Asas Makna”.

Pada sub-bagian pertama, penulis mengupas singkat tentang makna berkah seperti dalam halaman 26 berikut ini, “Ialah berkah; nikmat yang menetap, berkekal, bertumbuh, dan bertambah. Ialah berkah; berakar, tumbuh, dan mekarnya karunia Allah hingga kembang iman semerbak melangit dan buah taqwa lezat melegit. Ialah berkah; kebahagiaan yang tumbuh dari bimbingan Allah untuk mentaati-Nya di setiap keadaan.”

Pada sub-bagian kedua, penulis membimbing pembaca untuk sepakat dan mantap bahwa, “Di lapis-lapis keberkahan, sebagaimana agungnya penciptaan kita; sungguh segala kebaikan berhulu pada-Nya, berada dalam genggaman-Nya, dan datang dari sisi-Nya (hal.29). Di lapis-lapis keberkahan, kita meyakini bahwa semua kenikmatan; asalnya, langgengnnya, dan bertambahnya adalah tersebab kedermawanan Allah ‘Azza wa jalla’. Di lapis-lapis keberkahan, keinsyafan asasi adalah bahwa, sebagaiman keajaiban penciptaan kita, kuasa untuk meletakkan kethayyiban; juga berakarnya, tumbuhnya, mekarnya, berbunga, serta berbuahnya ada di tangan Allah Ta’ala semata (hal.31).”

Kali ini kisah Nabi Musa diceritakan pada sub-bagian ketiga yang salah satunya tentang tafsir doa beliau saat usai menolong kedua wanita dari negeri Madyan. Betapa mulianya dan tingginya adab doa seorang nabi Musa yang gagah kepada Allah. Maka dari kisah ini, penulis mengajak, “dalam lapis-lapis keberkahan kita berlatih untuk meyakini bahwa segala kebaikan ada dalam genggaman Allah. Di lapis-lapis keberkahan, kita juga belajar bahwa ilmu Allah tentang kebaikan yang kita perlukan adalah pengetahuan-Nya yang sempurna, jauh melampaui kedegilan akal dan kesempitan wawasan kita. Maka, di antara jalan berkah adalah, rasa percaya yang diwujudkan dalam tata karma. Di dalam lapis-lapis keberkahan, kita mengeja iman dan adab itu dalam doa-doa (hal.37).” 

Setelah pembaca memahami bahwa semua kebaikan berasal dari Allah maka pada sub-bagian keempat cukuplah saya kutipkan akhir paragrafnya berikut, “Demikianlah, di lapis-lapis keberkahan, tiap helaan nafas, tiap detakan jantung, dan tiap denyutan nadi, terjalani dengan asma Allah, dengan tawakkal kepada Allah, dan dengan pengakuan bahwa tiada daya dan kekuatan, kecuali dengan karunia Allah. Sebab kita mengerti, pengakuan atas ketakberdayaan di hadapan Yang Maha Jaya adalah sumber kekuatan yang tak pernah kering, tak pernah habis, dan tak pernah berakhir (hal. 43).”

Maka usai kita yakin bahwa hamba yang berjaya ialah yang merasa tak berdaya di hadapan-Nya berlanjutlah pada tingkat pemahaman untuk mengemudi hati di jalan yang lurus. Ingat jalan yang lurus tak selamanya penuh bunga nan indah tetapi bisa pula dikelilingi onak dan duri. Begitulah sub-bagian kelima menuntun pembaca untuk mengetahui hakikat ‘jalan lurus’ dari sudut lapis-lapis keberkahan. “Tugas hidup kita adalah mengemudi menuju Allah di jalan yang lurus. Maka pangkal kelurusan itu pertama-tama adalah hati yang tak pernah berbelok dari Allah sebagai sesembahan yang haq. Lurus, sebab hanya pada Allah tunduknya, taatnya, dan tenteramnya. Lurus, sebab hanya untuk Allah yakinnya, pasrahnya, dan kebajikannya. Lurus, sebab hanya bersama Allah gigil takutnya, gerisik harapnya, dan getar cintanya (hal.50).”

Pada sub-bagian keenam, kita belajar dari kisah hidup dan ketaqwaan Nabi Ibrahim yang diasasi keinsyafan. Maka patutlah penulis mengakhiri bagian pertama buku ini dengan mengajak kita untuk senantiasa mesra dalam singkatnya hidup, “Mari hidup di lapis-lapis keberkahan. Mari memesrakan hidup pada Penggenggam hati kita. Dialah yang telah menulis takdir kita, menjadikan musibah sebagai selingan berharga bagi limpahan karunia. Dari-Nya kita bermula dan pada-Nya jua kita berpulang (hal.58).”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku: Self Driving

Ringkasan The Old Man and The Sea

Kisah di Balik Pintu (1)