Smart Kids Camp

Smart Kids Camp. Hanya 3 kata tetapi memberikan pelajaran positif yang sangat besar dalam hidupku akhir bulan Juni ini. Smart Kids Camp merupakan acara kerjasama CWC FLP Yogyakarta dengan Kantor Arsip dan Perpustakaan Kota Yogyakarta. Sedang aku adalah makhluk bertangan kecil yang turut menyukseskannya...

Aku merasa masih belum sadar bahwa aku telah melakoni jabatan ketua panitia acara. Rasanya cepat sekali berakhir. Lega luar biasa! Acara berlangsung dengan bumbu pedas, pahit, asin, gurih, dan manis. Semua rasa tersebut nyatanya kurasakan dengan alamiah. Namun, aku menjadi sangat rindu manakala ahad sore kemarin acara usai dan kami harus turun dari lokasi, yakni Kaliurang.
***

Pelajaran positif pertama dari Smart Kids Camp dalam hidupku: Seni bekerja sama dalam kelompok

Aku bukanlah orang yang pandai memimpin sekelompok orang. Aku sadar itu. Aku cenderung individualis dari dulu. Aku mulai terbuka ketika berorganisasi kala SMA. Meskipun sikap individualisku mulai tak begitu kental, aku tetap harus belajar berkelompok. Maka peran sebagai ketua panitia untuk kedua kalinya dalam hidupku, akhirnya kujalani juga di Smart Kids Camp.

Aku sangat berterima kasih pada tim internal CWC FLP (Rara, Wahyu, Mas Whisnu, Mb Fatma, Mas Ridwan, Mb Ana, Mb Mia, Mas Iim) atas ajaran dan panutan kalian. Kita bisa setara dan saling membantu dengan cepat. Kalian tahu ga? Dari kalian aku bisa melatih sensitivitas, efektivitas, efisensivitas, kreativitas, spontanitas dan profesionalitas. Aku juga kalian ajarkan yang namanya komitmen secara jelas sebab kalian memang mencontohkannya. Namun dari hal positif yang kalian tularkan itu tak sedikit juga hal negatif yang merambat halus pada selubung-selubung meilin-ku. Haha... Dari kalian dan CWC, aku bisa praktik langsung merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi training menulis melebihi pelajaran sejenis yang kudapatkan di bangku kuliah. Puji syukur pada Allah atas limpahan nikmatnya untuk aku, kamu, dan kita semua, CWCers...

Aku juga makin mengenal karakteristik teman-teman FLP yang lain seperti Rima, Rindang, Eadvin, Mb Yosi, Mas Rizal, Luqman, dan Mas Angga. Aku belajar manajemen sabar pada kalian. Mungkin kalau di tes, manajemen sabarku masih dapat nilai C. hehe, sebab aku masih suka mengeluh BeTe dan nyuruh-nyuruh tanpa tahu kalian tersinggung atau tidak. Maaf yah, kawan. Memang, jika hendak mengenal karakter asli seseorang maka ajaklah bermalam bersama. Oke, semua kebuka sudah, yah fren?!

Aku pun makin fasih menjadi manajer pelatihan. Aku harap mampu mengasah kemampuan ini dengan intens untuk diaplikasikan di lembaga-lembaga pelatihan dan pendidikan yang kugeluti. Aku yakin sekali Allah akan membekali hamba-Nya dengan kemampuan yang kelak sangat dibutuhkan dalam hidup hamba-Nya.

Pelajaran positif kedua dari Smart Kids Camp dalam hidupku: Every Child is Special

Hanya 25 anak yang hadir pada acara ini. Namun, kami seperti bertemu 25 juta kata yang dirangkai secara berbeda! 25 anak itu harus dilayani dalam tiap sesi acara dengan baik, tanpa pilih kasih dan tanpa pembunuhan karakter! Sadar atau tidak sadar kami panitia yang memposisikan diri sebagai orang dewasa kerap mencap sebagian anak nakal dan sebagian lainnya tidak. Kami juga tak mampu menahan sabar dan sering kali mengeluh ketika aksi anak-anak tak masuk diakal. Kami bahkan tak sadar kalau pernah menjadi anak-anak!

Namun, bolehlah kami berangan-angan_meskipun angan-angan ga diperbolehkan kata Eadvin_ hendak memiliki anak-anak yang sholeh-sholehah, cakep, normal, pintar, supel, dan kreatif. Yah, itulah yang setidaknya kutemukan dalam peranganan teman-teman panitia. Ketika seorang anak bernama Adha dijuluki si anak dengan kata-kata Alquran dan Hadits, beberapa teman hendak memiliki anak serupa Adha. Ketika seorang anak bernama Dika tengah kumat sesak nafasnya, beberapa panitia mengharapkan kesabaran pada Allah jika dianugerahkan anak seperti Dika. Ketika si Ken yang cantik, lincah menjawab pertanyaan panitia dan lincah mengutarakan pendapat, beberapa di antara kami anaknya kelak serupa Ken.

Namun, jika ada si Krishna yang super aktif secara kekerasan fisik, sebagian_mungkin semua_mengharap tidak akan pernah memiliki anak serupa Krishna. Ketika ada Reni yang 'memuja uang' di setiap aktivitas selama SKC, kami berdoa semoga tak mencekoki uang dan materi pada anak-anak kami. Ketika .... dan ketika yang lain, kami pun melakukan penilaian yang tentu subjektif sekali. Kami mungkin tak sadar jika dibalik keunikan karakter tiap anak, Allah memberikan ibrah dan mengutarakan maksud tertentu bagi hamba-Nya yang tentu saja berakal. Batas sini, aku jadi bertanya aku makhluk yang berakal kah?

Dari semua anak yang kutemui dalam Smart Kids Camp, bisa disimpulkan bahwa anak tersebut memiliki minat dan daya juang menulis yang tinggi! Hanya saja keunikan anak tersebut harus diberdayakan dengan cara yang cocok untuk melejitkan potensi menulis mereka masing-masing. Sebab, setiap anak itu spesial...

Pelajaran positif ketiga dari Smart Kids Camp dalam hidupku: Seni berinteraksi dengan orang tua

Ketika aku merekap data formulir peserta, ada beberapa tulisan yang kuyakini ditulis oleh orang tua peserta. Jadi terharu aku dibuatnya. Bagaimana tidak? Aku membayangkan orang tua  mendaftarkan anak-anaknya untuk mengikuti acara yang bermanfaat. Bagai cermin kertas formulir itu. Aku seolah menjadi orang tua yang menuliskan nama anak kanndungku! Aku jadi bergetar jika aku menjadi orang tua maka aku akan bersikap setidaknya seperti orang tua peserta Smart Kids Camp.

Bermula dari aku menempelkan publikasi acara...
Beberapa hari kemudian ada orang tua yang menanyakan letak persisnya lokasi acara. Ku jawab dengan panjang lebar dan santun. Ada juga yang memohon untuk tetap membuka pendaftaran hingga H-1. Ku jawab: OK dengan senang hati...

Lalu...
Ketika aku mengirimkan SMS perlengkapan yang harus dibawa peserta dan teknis pemberangkatan.
Ada orang tua yang hendak bertemu aku langsung. Ku jawab: tentu saja. Jam 1 siang di Puskot yah Bu...
Ada lagi orang tua yang tak bisa mengantar anaknya langsung ke lokasi, memohon pada panitia untuk 'mengangkut' anaknya dengan transportasi yang memadai walau harus membayar biaya tambahan. Ku jawab: Serahkan pada panitia. Kami akan menjamin keberangkatan anak ibu/ bapak.

Kala, orang tua mengklaim anaknya telah terdaftar dalam transportasi bersama panitia. Ku jawab: Maaf bapak, nama anak bapak belum ada. Sedangkan, kursi transportasi bersama panitia sudah penuh. Kemudian, aku harus rela kena semprot sang bapak sampai diancam masuk koran di kolom surat pembaca. Akhirnya, aku menyanggupi dan mengusahakan solusi terbaik.

Kemudian...
Ketika aku tanya 'adakah anak bapak/ ibu memiliki alergi terhadap makanan tertentu?' Sebagian besar menjawab tidak ada. Lantas, beberapa orang tua request: makanan tidak pakai MSG, minum tidak pakai es dan perlengkapan harus ramah lingkungan. Yang mencengangkanku adalah request ortu Dika agar jika bisa menyiapkan air hangat untuk mandi anaknya...

Jujur, manakala orang tua texting SMS atau telpon, hatiku deg-deg seerr. Ada perasaan grogi, takut dimarahi dan takut salah kata_kemudian muncul dalam benakku. Meskipun, ujung-ujungnya happy ending juga.

Itulah karakteristik orang tua. Mereka akan membela dan memberikan yang terbaik buat anaknya selama mereka mampu. Jika aku hendak berinteraksi dengan orang yang lebih tua maka ada satu beban moral yang harus kutekan: aku tidak boleh merasa tidak enakan hanya karena aku lebih muda. Yang paling penting adalah aku mengatakan hal seadanya dengan tetap menghormati mereka. Masih banyak rahasia di balik seni berinteraksi dengan orang tua. Aku jadi makin penasaran, bagimana yah? Aku yakin, jika aku terus belajar mengenai seni ini, Allah pasti akan memudahkanku mendirikan sekolah sendiri. Amin Ya Rabbal alamin...

Aku harap bisa menghadiri Smart Kids Camp atau Junior Smart Camp di tahun depan


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku: Self Driving

Ringkasan The Old Man and The Sea

Kisah di Balik Pintu (1)