Kesenjangan Sore

Sore menjelang kemarin saya sempatkan mampir ke rumah makan harga mahasiswa rasa bintang lima di kawasan jalan Sangaji. Saya sengaja datang sendiri, selain memang tak ada yang menemani. Seperti biasa rumah makan cukup ramai. Langsunglah saya parkirkan motor dengan pengawasan tukang parkir. Hmm, ibu-ibu rupanya dan seorang pemuda.

Setelah memesan sepiring Kwei Tiauw plus jus wortel, saya memilih tempat menghadap jalan raya. Tampak di seberang ada sebuah tokoh kelontong alias mini market dan restaurant penganan mi. Lalu lalang kendaraan pun tak sepi. Pertanda orang-orang hendak pulang letih beraktivitas di luar rumah. Hmm.. pasti senang yah, bisa berjumpa dengan keluarga di rumah setiap hari. Sedangkan, saya harus bersabar menunggu libur panjang kuliah. Nasib dirantau orang. Pasti saya kangen berat sama orang Indonesia dan suasananya jika saya benar-benar lanjut sekolah di Finlandia. Keluar sejenak dari tempat nyaman tak mengapa. InsyaAllah bisa balik lagi.

Kemudian, saya mulai membuka novel karangan teman saya yang tadi dibeli di Togamas. Judulnya Sajadah. Saya beli novel ini sebagai bentuk apresiasi kepadanya, meskipun ia tidak tahu kalau saya membelinya. Saya pun mulai menekuri kata demi kata di dalamnya hingga pesanan saya pun datang. Akhirnya ditunda dulu bacanya.

Sedih juga kalau makan hanya sendiri tak ada temannya. Saya jadi teringat kak Asep, kakak kandung yang masih kuliah di UII. Sudah makan belum yah? Sudah lama kami tak keluar untuk makan bersama. Hmm, pasti ia sangat sibuk dengan tugas akhir dan skripsinya. Saya pun hanya bisa berdoa untuk kesuksesannya di waktu azan magrib usai. Makanannya pun saya habiskan. Nikmat sekali.

Sebelum saya beranjak pergi, saya memikirkan suatu kesenjangan yang terjadi di depan mata saya. Ialah Mini market dan Resataurant mi di seberang. Begitu sepi pengunjungnya. Hanya ada 1 pembeli di mini market dan bapak tkang parkir_yang belakangan saya tahu, ia biasa mangkal di pasar Keranggan. Jika dilihat secara fisik penampilan, restaurant itu eyes catching dah... Ada lampu srot seperti di panggung teater yang menyoroti plang nama resaurant. Ada lampu kerlap-kerlip mengelilingi dinding restaurant. Pencahayaan di dalam ruangannya pun terang dan hangat. Furniture meja makannya pun indah. Hmm, kesannya ceria deh. Namun, mengapa sepi pengunjung yah?

Saya pikir restaurant itu kalah saing. Mungkin saja harganya mahal dan tak sebanding dengan rasa makanannya. Atau, kesan yang diberikan dari penampilan gedungnya yang keburu buat orang judge: "Itu restaurant pasti mahal!" Lengkaplah sudah. Saya bisa menyimpulkan demikian karena setiap saya datang makan di sini (rumah makan yang sedang saya duduki), restaurant itu selalu sepi, jam berapa pun saya datang. Hmmm....

Kalau mini market, sepertinya benar-benar kalah sama Indo**** atau Alfa****. Jelaslah! Dua Frenchise ini memang bber-AC, cepat, tanpa biaya parkir dan ramah. Sedangkan minimarket di depan saya, sepertinya tidak ber-AC, Dikenai biaya parkir lagi. Males banget kan kalau hanya beli tissu 1 bungkus harga seribu terus kena biaya seribu juga buat parkir. Hmm....
Nampaknya slogan Dimana setiap 100 meter ada Indo**** pasti ada Alfa****..Wah2...

Akhirnya saya tak ambil pusing lagi dan langsung bergegas pulang dan segera menunaikan sholat... bahkan, bisa jadi karyawan dan tukang parkir itu tidak melaksanakan sholat magrib karena kerepotan pembeli dan pengunjung. Masya Allah....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku: Self Driving

Ringkasan The Old Man and The Sea

Kisah di Balik Pintu (1)