Kemanakah Mimpi Besarku?

Setapak demi setapak langkah kaki dan putaran demi putaran roda sepeda, kini telah tergantikan oleh deru deram mesin sepeda bermotor. Tak ada lagi aku yang setiap hari memulai hidup dengan benda bernama sepeda. Sepeda yang setia selama beberapa bulan menemaniku dalam memaknai hidup di Yogyakarta. Ia yang membuatku mengenal seluk beluk Pogung, Samirono, Karangmalang, Jakal, dan Gejayan. Ia yang membuatku berani menjejakkan kaki di Wanitatama, Balairung UGM tempat FLP Yogya berdiskusi, Kedaulatan Rakyat, Mirota, UGM, dan tempat lainnya. Tentu tak lupa ia yang menemaniku berangkat kuliah ke UNY. Bagiku ia adalah saksi kunci prosesi memaknai hidup sehat. Ia yang merasakan tetesan keringatku yang terjatuh. Ia yang mengetahui naik turunnya nafasku ketika mengayuhnya. Ia bagaikan teman sejati yang sesuai kearifan lokal Yogyakarta. Aku sangat mengaguminya! Aku berharap besar dalam setiap putaran roda sepedaku, bahwa aku adalah orang yang senantiasa peduli dan cinta terhadap lingkungan bumi!

Namun, mimpi itu telah terhempas jauh ke laut lepas. Aku telah kalah pada nafsu dan kenyamanan instan hidup di bumi ini. Meski masih ada di sudut ruang hati ingin menjadi peraih nobel lingkungan hidup. Kini aku telah mengingkari mimpi besarku: membahagiakan seluruh isi bumi!

Rasanya telah lama aku tak menyentuhnya: sepeda yang kuazamkan untuk meraih kenikmatan hidup di bumi. Rasa itu kubiarkan terus menerus. Disebabkan aku telah menemukan penggantinya! Begitu cepatnya aku mendua! Ya Allah… Baru 4 bulan naik sepeda, aku telah meninggalkannya: meninggalkan gaya hidup sehat! Aku pun beralih menjadi pengekor mereka yang lebih suka bersepeda-motor-ria.

Bisa dikatakan aku adalah pengkhianat mimpi! Apakah aku telah kalah dan terjerembab pada rintangan modernisasi dan instanisasi (emang ada yah?). Dahulu aku yang bersemangat mendegungkan cinta lingkungan hidup malah menjadi pecundang! Aku telah kalah! Ya ampun…

Kini aku telah bergabung dengan mereka yang tak merasakan nikmatnya berjalan kaki di pohon rindang, sehatnya bersepeda, dan tentramnya senyum para pesepeda yang lalu lalang. Sesungguhnya, aku merindukan hal demikian. Aku sangat ingin bersepeda lagi! Sangat! Namun, sudut logika dan rasionalku mengurungkan niat mulia itu. Sungguh aku dalam keadaan dilematis. Entah akan seperti apa. Yang jelas aku telah mendeklarasikan kenyamanan bumi terus terancam secara tak langsung, tetapi aku tak melakukannya. Bodohnya aku…

Kepada sepedaku, aku tetap menjadikanmu nomor satu daripada motor baruku…
Kepada sahabat-sahabat yang telah membaca mimpi besarku, aku sangat malu ketika kau lihat aku mengingkari mimpi besar kita…
Kepada diriku sendiri, yang dibutuhkan adalah kearifan dalam mengambil sikap! Akan dibawa kemanakah mimpi mu, Nak?

5 November 2010
23.20 WIB
Di saat was-was terhadap suasana gunung Merapi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku: Self Driving

Ringkasan The Old Man and The Sea

Kisah di Balik Pintu (1)