SBI, make low profile?

Smanda, demikianlah kami memanggilnya sebagai sekolah kebanggaan, kependekan dari SMA Negeri 2 Bandara Lampung. Genap 3 tahun sudah aku meninggalkan almamater tercinta. Perubahan telah terjadi di banyak sektor, baik internal maupun eksternal penyokong pendidikan sekolah kami. Jika menilik semua komponen pendidikan yang ada pada teori kurikulum, maka hampir 100% perlu dirombak. Sangat berbeda dengan yang kualami dan para pendahuluku. Sebab, Kurikulum SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) sepenuhnya diterapkan di tiap-tiap kelas sejak 2 tahun silam. Meskipun, pada awalanya terdapat masa penjajagan dengan menganut kurikulum RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional).

Setelah 2 tahun berjalan, kini aku dapat melihat dampak positif dan negatif penerapan SBI. Banyak yang pro dan tak sedikit pula yang kontra. Banyak yang bilang SBI ini adalah produk gagal tetapi banyak pula yang cuek alih-alih sudah kepalang basah. Biarlah apa kata orang, tetapi bagiku...

Aku melihat Smanda kami tercinta mulai bersolek. Fisiknya kini seperti kembali muda setelah dilakukan renovasi dan pembangunan. Suhu udara di tiap-tiap kelas dapat diatur dingin sesuka hati. Lantai keramik tak lagi dibiarkan tak berkarpet hijau. Untunglah bukan karpet merah... Kursi tak lagi membuat pantat tepos dan panas. Sudah tergantikan dengan kursi yang empuk. Meja pun tak lagi berbahan kayu yang bisa saja mengotori lantai dengan serbuknya. Ada tivi dan audio player juga! Ada beberapa komputer di pojokkan. Belakangan kutahu, komputer tersebut dianggurin. Anak-anak udah pada bawa laptop, jenk. Kelas dengan fasilitas mewah itu hanya diperuntukkan bagi 25-28 orang siswa saja. Belum lagi fasilitas seperti laboratorium, aula, toilet, kantin, taman, hotspot area, dll. Jujur, Smanda sangat cantik sekali!

Biasanya seorang gadis yang cantik ada kalanya menyombongkan kecantikannya. Ia tak mau kehilangan kecantikannya hanya karena kalah dengan laju penuaan. Pastinya, ia akan fokus memperbaiki kecantikannya terus menerus meskipun harus berlaku rakus dan boros. Ia pun menjadi gadis yang tetap cantik dari luar tetapi tak bermakna dari dalam. 

Demikian pula Smanda...
Dengan mengangkat isu kondisi yang kondusif akan mempengaruhi peningkatan pembelajaran, Smanda berusaha membangun Aula. Kamu tahu, kawan? Inilah yang membuatku sedih...
Pembangunan Aula tepat di atas lapangan basket, lapangan voley, dan lapangan berlari kami. Lantas, dimana anak-anak akan bermain basket dan voley? Masa' kami harus bermain di lapangan sepak bola yang berpasir itu? Proyek pembangunan ini ternyata harus rehat sejenak setelah 2 tahun awal dibangun. Ga ada biaya? Meskipun, kutahu biaya perbulannya saja sudah mengalahkan biaya kuliahku. 

Jam belajar di sekolah ditambah! Siswa sekarang pulang lebih sore. Bukan karena mengikuti ektrakurikuler dan pengembangan diri lainnya. Mereka diciptakan seolah menjadi human of academic oriented. Mereka takut kalau nilai raportnya jatuh dan tak terima kalau teman lainnya jauh mengungguli. Suasana persaingan kental diciptakan. Jika kamu pernah menonton serial Tantei Gakuen Kyuu yang episode seorang siswa tega membunuh kepala sekolahnya karena ia bosan dijadikan robot dalam lingkar persaingan akademik. Bayangkan, siswa tersebut tidak diberi kesempatan untuk bermain musik dan mengembangkat bakat lainnya. Satu tujuannya: kamu harus mendapatkan nilai yang terbaik!

Pernah, salah seorang alumni Smanda tahun'97-an nyeletuk begini: Anak Smanda itu, zaman dulu tidak ada tuh pakai ruangan ber-AC, lantai karpet, tetapi tetap saja pintar-pintar. Pintarnya tidak hanya di bidang akademik tetapi bidang lain yang sifatnya humaniora pun ada. Makanya ketika usai upacara selalu ada waktu 30 menit untuk mengumumkan para juara lomba dari berbagai bidang. Tidak hanya juara olimpiade dan karya tulis tetapi Paramuka, kepemimpinan, pidato, melukis, kerohanian, nyanyi dan sebagainya. Otak dan bakatlah yang diutamakan bagi calon siswa Smanda. Jadi, tidak penting ia miskin atau kaya! Namun, sekarang yang kayalah yang berhak masuk Smanda...

(Meskipun aku tetap tidak setuju dengan Pameo ini: Sekolah favorit adalah sekolah yang inputnya bagus dan berkualitas. Aku lebih sepakat pada pendapatnya Munif Chatib: Sekolah favorit belum tentu berkualitas. Jadi lebih tepat disebut sekolah berkualitas adalah tidak menyaring input dengan tes dan mengubah input tersebut menjadi output yang berkualitas.)

Jika digambarkan siswa Smanda garapan SBI berbeda 180 derajat (maaf agak lebay) dengan siswa Smanda sebelumnya:
*Profil siswa produk SBI:
-Banyak duit/ ortu punya jabatan dan wewenang
-Lebih suka nongkrong di tempat-tempat les/ bimbel
-Berkacamata minus
-Tidak ikut organisasi dan kegiatan kepemimpinan
-Tidak sempat ikut kegiatan ektra untuk pengembangan minat dan bakat
-Lebih suka belajar bahasa Asing
-Telatan dalam melaksanakan sholat Jumat bagi yang pria
-Unggah ungguh sama guru udah ga zaman! Bahasanya gaul dan memposisikan guru seperti teman sebaya. Nah, di poin inilah yang membuat banyak guru lama (sepuh) sedih. Mungkin bisa bahasa demikian digunakan pada guru baru yang masih muda. Namun, guru baru dan lama sungguh teramat beda. Guru lama mengajar tanpa mengenyampingkan filosofi pendidikan Smanda. Sedangkan guru muda, mana tahu asal muasal Smanda. Maklum, guru lama juga bisa disebut founding father-nya Smanda.

SDM-SDM yang beginilah yang kebanyakan ada di Smanda yang membuat sepi kegiatan organisasi sekolah. OSIS, Pramuka, Rohis, Pasis, PMR, Pers, dkk tak ubahnya menjadi wadah yang kosong tak bergaung... Jika dulu Smanda terkenal dengan kekompakkan dan keunggulan kegiatan masing-masing organisasi, kini predikat itu direbut oleh sekolah lain...

Emang ibarat roda berputar yang sudah sunatullah... SBI, bagiku menjadikan Smanda di posisi terbawah dari segi kualitas SDM di organisasi dan ekstarkurikuler. Gara-gara SBI, siswa-siswa pria jadi selalu telat dalam sholat Jumat. Biasanya datang ketika udah iqomah. Mereka lebih mengutamakan mengerjakan tugas ketimbang menyambut seruan Allah. Meskipun ga semuanya begitu. Hadeh...

*Ini opiniku, jika kamu tak setuju, mana opinimu?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku: Self Driving

Ringkasan The Old Man and The Sea

Antara Cinta & Ridha Ummi