Lautan, Kampus Mutiara
Novi Trilisiana
Sungguh, pikiranku melayang jauh
Mencari hal yang kuinginkan
Hingga detik ini belum kudapatkan.
Dalam mimpiku, kampus ini ibarat taman bunga.
Indah, cantik, penuh pesona.
Ternyata hanya air lautan
Sejauh mata memandang, yang ada ialah gelombang beradu kecepatan
Membuatku jemu, resah, dan tidak nyaman.
Belum lagi sengatan matahari di siang bolong.
Asin, amis, mutung beradu!
Aku bingung apa yang harus kuperbuat
Terjebak di pesisir antah berantah
Tampaknya telah salah jalan hingga tersesat di kampus ini, lautan tak berdaya tarik!
---
Hei, kawan!
Meski tampak lautan berkeliling pulau – pulau tanpa penghuni,
Meski sejauh mata memandang tak ada keindahan yang kau dapatkan
Sekali-kali tidak!
Engkau hanya melihat bungkusnya dan tak mau tahu isinya!
Cermatkah betapa kampus yang kau anggap lautan ini telah menghasilkan mutiara berlimpah?!
Kampus yang kau ibaratkan lautan merupakan tempat beragam makhluk hidup
Gelombang berpotensi badai terus mengintai
Seakan-akan tak ada ketenangan.
Di dalamnya pun terasa gelap gulita.
Namun, dari situlah mutiara-mutiara harapan bangsa lahir
Terus menerangkan kemilaunya dalam gelap.
Bila sampai di daratan
Semua makhluk di atas lautan sana akan diterangi kilau indahnya
Mengapa mutiara lahir dari sana?
Mengapa pula ia berharga di mata semua orang?
Mutiara tetaplah makhluk ciptaan Allah. Ia sadar pengabdiannya harus tulus pada kekasihnya itu.
Mutiara. Meski ia begitu rupawan, tetapi tak menyilaukannya hingga tenggelam dalam pekat kesombongan. Rendah hati, menghargai, dan saling mengasihi.
Mutiara. Entah bagaimana caranya, ia akan tetap mulia meski tercelup lumpur hitam. Sebagaimana fitrahnya, yang selalu membuat orang bahagia di dekatnya.
Satu mutiara begitu indah dan beribu-ribu mutiara akan sangat memesona.
Maukah kau kusebut mutiara itu?
Sungguh, pikiranku melayang jauh
Mencari hal yang kuinginkan
Hingga detik ini belum kudapatkan.
Dalam mimpiku, kampus ini ibarat taman bunga.
Indah, cantik, penuh pesona.
Ternyata hanya air lautan
Sejauh mata memandang, yang ada ialah gelombang beradu kecepatan
Membuatku jemu, resah, dan tidak nyaman.
Belum lagi sengatan matahari di siang bolong.
Asin, amis, mutung beradu!
Aku bingung apa yang harus kuperbuat
Terjebak di pesisir antah berantah
Tampaknya telah salah jalan hingga tersesat di kampus ini, lautan tak berdaya tarik!
---
Hei, kawan!
Meski tampak lautan berkeliling pulau – pulau tanpa penghuni,
Meski sejauh mata memandang tak ada keindahan yang kau dapatkan
Sekali-kali tidak!
Engkau hanya melihat bungkusnya dan tak mau tahu isinya!
Cermatkah betapa kampus yang kau anggap lautan ini telah menghasilkan mutiara berlimpah?!
Kampus yang kau ibaratkan lautan merupakan tempat beragam makhluk hidup
Gelombang berpotensi badai terus mengintai
Seakan-akan tak ada ketenangan.
Di dalamnya pun terasa gelap gulita.
Namun, dari situlah mutiara-mutiara harapan bangsa lahir
Terus menerangkan kemilaunya dalam gelap.
Bila sampai di daratan
Semua makhluk di atas lautan sana akan diterangi kilau indahnya
Mengapa mutiara lahir dari sana?
Mengapa pula ia berharga di mata semua orang?
Mutiara tetaplah makhluk ciptaan Allah. Ia sadar pengabdiannya harus tulus pada kekasihnya itu.
Mutiara. Meski ia begitu rupawan, tetapi tak menyilaukannya hingga tenggelam dalam pekat kesombongan. Rendah hati, menghargai, dan saling mengasihi.
Mutiara. Entah bagaimana caranya, ia akan tetap mulia meski tercelup lumpur hitam. Sebagaimana fitrahnya, yang selalu membuat orang bahagia di dekatnya.
Satu mutiara begitu indah dan beribu-ribu mutiara akan sangat memesona.
Maukah kau kusebut mutiara itu?
Komentar
Posting Komentar