Turki dalam Surat Faris BQ

Judul Buku: Letters from Turkey
Penulis: Faris BQ
Penerbit: Salsabila
Jumlah Hal: 405
Tahun Terbit: Desember 2013/ Cetakan 1

Turki dalam Surat Faris BQ

Letters from Turkey adalah kumpulan pengalaman, pemikiran, maupun perasaan penulis yang ditulis ke dalam 106 bagian. Bisa dibilang buku ini adalah curhatan penulis tetapi dikemas dengan apik sehingga bisa dikonsumsi khalayak umum. Saya cukup terkesan pada betapa jujur dan jernihnya pandangan hidup penulis. Apalagi pada tiap catatan perjalannya, penulis memberikan perhatian besar pada manusianya, alamnya, dan kulinernya.

Tema-tema pada tiap bagian adalah seputar kehidupan penulis di Turki sebagai mahasiswa doctoral di Universitas Ankara. Penulis yang tetap berpenampilan sederhana meskipun berprestasi ini, harus berpisah dengan istri yang baru beberapa bulan ia nikahi. Walhasil, surat-surat yang ia tulis kebanyakan diperuntukkan untuk istrinya. Kebayangkan kalau dua insan yang berpisah sedang nulis surat? Terkadang saya bacanya terharu dan terkadang menjadi salut. Salah satu suratnya berjudul You Are My Compass, My Map, and My Dictionary. Sepertinya bisa jadi referensi para suami kalau mau buat surat cinta ke istrinya.

Jika kita ingin mengenal Turki rasa orang Indonesia, buku ini bisa jadi penawar rasa penasaran kita pada negeri dua benua ini. Ada mudahnya juga ada susahnya. Mudahnya, ternyata orang Turki sangat peduli pada para pendatang sehingga keperluan dapat dipenuhi dengan gratis. Misalnya, orang Turki tidak sungkan mewarisi perabot rumah tangga mereka kepada pendatang yang baru pindah rumah.  Susahnya, penulis membuat daftar lima kesusahan baginya. Pertama, susah mengikuti kecepatan berjalan kaki orang Turki. Kedua, bahasanya yang rumit. Ketiga, selisih harga barang yang mencolok seperti sekotak pasta gigi bahkan bisa lebih mahal dari 10 kilogram anggur. Keempat, susah tidur lebih cepat karena penulis harus presensi pada tengah malam ketika tinggal di asrama mahasiswa. Kelima, susah kalau ingin melihat orang jelek. “Kalau sangat ingin melihat orang jelek, jalan satu-satunya adalah melihat cermin”, tulisnya.

Selain surat cinta, isi buku memuat refleksi pada adab dan akhlaq yang mencerminkan Islam sangat detail, santun, dan menyeluruh. Pembaca dapat belajar menjalankan Islam baik secara simbol maupun substansi. Misalnya pada bab seperti Menang dan Kalah; Anatomi Kebencian; Pengabdian dan Pengorbanan; Bom Waktu; Ketaatan Mutlak Hanya Milik Allah, dan masih banyak yang lainnya. Bab-bab yang masing-masing ditulis sekitar 3-7 halaman, memberikan inti sari yang efektif untuk menyentuh hati bahkan menyadarkan akal pembaca.

Seperti di awal tulisannya, penulis mendapatkan inspirasi dari alam suatu tempat yang dikunjungi. Maka alam Turki menggerakkan tangan penulis untuk menggambar keindahan kota Izmir, Istanbul, Ankara, Eskisehir, Rumah Gunung Cappadocia, Teluk Bosphorus, Museum Aya Sofya, Blue Mosque, Menara Galata, Istana Topkapi, dan pemandangan Efesus. Keindahan tersebut tidak hanya tertulis tetapi tergambar melalui foto berwarna yang terletak di pertengahan buku. Hitung-hitung, buku ini bisa menjadi pelipur lara pembaca yang belum pernah ke sana.

Selanjutnya untuk mengakhiri resume ini, saya akan merangkum salah satu bab yang berjudul Kebanggaan Orang Turki pada Islam. Meskipun sampai sekarang hegemoni sekularisme masih kental, masyarakat Turki tetap bangga atas kejayaan Islam di masa lalu, saat nenek moyang mereka menaklukkan negara adidaya Romawi. Saat pasukan Sultan Muhammad II menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 M. Film Fetih 1453 besutan sutradara Faruk Aksoy yang menghabiskan biaya produksi hingga 17 juta dolar tersebut, mendapat apresiasi hangat dari masyarakatnya. Penulis bahkan harus rela mengantri untuk pertunjukkan berikutnya sekalipun cuaca sangat dingin dan bersalju. Selain film, muslimah Turki mulai memegang kuat tali agama Allah. Di universitas yang terkenal sebagai penjaga gawang sekularisme, seorang muslimah teguh mengenakan jilbab. Ketika ditanya mengapa memakai jilbab, alasannya diplomatis dengan penuh keyakinan. Ia menjawab “Aku hidup di dunia cuma sebentar, jika memilih jalan agama hanya membuatku kehilangan beberapa hal dunia, maka itu sangat tidak apa-apa asal aku tidak kehilangan kehidupan yang kekal nanti.”

Peresume: Novi Trilisiana, Indonesia Membaca batch 2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku: Self Driving

Ringkasan The Old Man and The Sea

Antara Cinta & Ridha Ummi