Kala Mereka Menertawakan Hal yang Tak Patut untuk Ditertawakan!

[Renungan yang mesti direnungkan]
Suatu kali mendekati ujian semester gasal, kami mendapatkan dosen yang cukup unik. Ia mengajar mata kuliah kewirausahaan. Ia kukatakan cukup unik karena memang sepanjang semester yang kami lalui di perkuliahan, belum pernah kami temui karakter serta cara mengajar dosen ini. Aku jadi teringat guru biologi di kala SMA. Beliau yang telah setengah baya masih saja semangat melantunkan kalimat suci Allah dan sunnah Rasulullah. Setidaknya dosen baru kami ini mirip-mirip dengan ibu guru biologiku. Mam Sumarwaty, I miss you…

Dosen yang baru mengajar kami beberapa minggu ini ‘alim terhadap ajaran Islam. Yah dilihat dari gayanya, pemikiran-pemikirannya, dan prilakunya. Setiap kali ia mengisi kuliah tak lupa ia selalu mengkaitkan materi kuliah dengan ajaran Rasulullah Muhammad Saw. Ia sampaikan dengan gayanya yang khas: guyonan yang membuat kami tertawa renyah. Sering ia plesetkan bahasa-bahasa daerah yang sama pengucapannya, tetapi berbeda maknanya. Sontak kami akan jahil menggoda teman kami yang berasal dari daerah yang kosa kata bahasanya disentil sang dosen. Sering sekali makna kosa kata yang berbeda itu nyerempet sesuatu yang lucu dan tabu untuk diperbincangkan. Ciri khas itulah yang coba ia maksimalkan dengan pemaparan akidah Islam kepada kami agar lebih mudah kami pahami.

Kali ini dalam pertemuan yang ke-4 dengannya, kami disodorkan dua kasus yang berkaitan dengan kewirausahaan. Tentu saja kasus itu dipenuhi dengan masalah-masalah yang harus kami kritisi dan beri solusi. Karena kami telah diatur untuk duduk terpisah antara laki-laki dan perempuan, maka terdapat 4 kelompok besar. 2 kelompok dari kaum Adam dan 2 kelompok lainnya dari kaum Hawa. Kasusnya pun dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Jadilah kami berdiskusi cukup singkat dan hangat antar anggota.

Sedikit ku review kasus yang harus kelompokku kritisi: Seseorang bernama Anwar adalah pengusaha yang bergerak di bidang jual beli mobil dan motor second. Suatu hari Anwar membeli mobil bekas milik Saiful. Namun, Anwar baru mengetahui rupanya mobil Saiful tersebut memiliki cacat (terdapat kekurangan yang tidak disebutkan Saiful) beberapa hari setelah transaksi jual beli dilakukan. Karena tidak ingin rugi, Anwar ingin menjual kembali mobil si Saiful ke orang lain. Pertanyaannya ialah bagaimana sikap Saiful, menurut anda? Dan bagaimana sikap Anwar?

Suara teman berkata, “Bukankah kalau menjual sesuatu harus sesuai prinsip ekonomi? Dengan modal sekecil-kecilnya harus mendapatkan laba sebesar-besarnya. Jadi, tidak apa-apa dong tidak mengungkapkan secara detail kekurangan barang yang mau kita jual. Nanti tidak ada orang yang mau beli.” Hmm, aku tampak risih dengan jawaban itu. Aku menyatakan pendapatku: Yah katakan saja apa adanya. Kalau pun ada kerusakan calon konsumen berhak tahu. Aku jadi ingat sebuah hikmah ‘katakanlah! Meskipun itu pahit.’

Lalu diskusi kelompok kami terus berlanjut. Masih alot menentukan keputusan bersama. Akhirnya, yang lain mengusulkan memberikan solusi alternatif. Yap! Semua akhirnya bisa menerima. Masing-masing kelompok telah siap untuk presentasi.

Usai presentasi, si dosen menanyakan kepada kami tentang pelajaran moral apa yang kalian dapat dari kasus-kasus tadi. Ia siap menuliskan pelajaran apa saja yang kami sebutkan di papan tulis. Beberapa mahasiswa mengatakan: Jujur! Yang lainnya tak mau kalah: harus cerdas memilih dan membeli barang, Pak! Selanjutnya harus kreatif, harus professional! Kemudian semua hening sesaat, mencari-cari kalau masih ada hikmah yang tertinggal. Kemudian…. suara seseorang memecah keheningan: “Meningkatkan iman & takwa, Pak!” Tanpa dipandu, sebagian besar mahasiswa tertawa, bahkan hingga terbahak-bahak. Kemudian salah seorang lainnya dari barisan belakang melanjutkan dengan menyebutkan sifat-sifat nabi Muhammad: fathonah, amanah_dengan nada menyepelekan.

Aku yang kali ini duduk agak pojokkan termenung. Apanya yang lucu?! Hei, bukankah itu memang yang seharusnya. Kita kan muslim, man!” Aku merutuk dalam hati. Sebagai muslim (kebetulan satu kelas muslim semua), bahkan memang setiap saat kita harus meningkatkan iman dan takwa kita. Aku merasa hawa-hawa di kelasku seperti tabu saja memperbincangkan hal-hal berbau agamis. Seperti hal baru saja yang tampak asing. Seperti malu-malu saja dan merasa itu semua nomor sekian! Dan seperti merasa: ini bukan jaman kuno lagi! Aku menarik napas…

Memang otak manusia Indonesia hanya mampu menghafal secara kognitif. Aplikasinya ku rasa masih awut-awutan. Buktinya kita hafal harus berlaku terpuji, tetapi tetap saja melakukan hal tercela. Mau dibawa kemana pendidikan karakter kita? Boro-boro mau adil dan menjunjung tinggi serta menghargai keanekaragaman karakter dan asal usul siswa. Menghargai yang merupakan bagian dalam dirinya saja belum mampu.

Kemudian dosen mengambil dominasi penyampaian materi. Ia lantas mengkaitkan pelajaran-pelajaran yang kami diskusikan sesuai pemahamannya tentang Islam. Ku pikir, yang disampaikannya ada benarnya juga. Kami diam mengamini, entah mungkin ada beberapa mahasiswa yang tidak setuju. Hingga akhirnya beberapa angkat tangan. Mereka menyanggah pernyataan si dosen. Masih tentang pembenaran sikap Saiful dan Anwar tadi. Mereka membenarkan apa yang dilakukan tokoh fiktif tersebut dengan berbagai alasan. Ku pikir ada benarnya yang disampaikan kawan ini bila konteks ‘jika’ itu dikaitkan pada hal-hal yang nyerempet saja. Agak mengada-ngada. Aku jadi ingat perkataan teman: terkadang orang suka mengada-ngadakan yang sepatutnya tidak ada. Entahlah, kawan para pembaca yang setia hingga kalimat ini_apakah kalian paham bahasaku beberapa kalimat barusan..?

Sepertinya kita tak perlu malu menegakkan ajaran-ajaran Islam, meskipun tampak sepele. Karena bisa saja kebiasaan menyepelekan itu membuat hikmah dan hidayah tidak Allah berikan ke dalam hati kita. Ayolah, teman….nyatakan bersama kami bangga menjadi muslim!
(@Nabila Pkl 02.35)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku: Self Driving

Ringkasan The Old Man and The Sea

Antara Cinta & Ridha Ummi