Resume Api Tauhid
Judul buku: Api Tauhid. Cahaya Keagungan Cinta Sang Mujadid
Jenis buku: Novel sejarah pembangun jiwa
Penulis: Habiburrahman El Shirazy
Penerbit: Republika Penerbit
Tahun cetak, jumlah halaman': Nov 2014, 573
Peresume: Novi Trilisiana IM2
Membaca
novel sejarah adalah favorit semua orang yang mampu menghargai
pelajaran hidup masa lampau. Api Tauhid hadir di tengah-tengah kita
sebagai pendukung khasanah sejarah seorang ulama yang dianggap sebagai
keajaiban di zamannya. Novel ini secara tidak langsung menyajikan
biografi dan problematika dakwah seorang ulama Turki melalui perjalanan 6
pemuda Turki dan Indonesia yang menelusuri jejak hidup sang ulama,
Baiduzzaman Said Nursi. Namun demikian, empat pemuda dan dua pemudi yang
menjadi tokoh cerita pun tidak terlepas dari problem dan konflik
cerita.
Tokoh cerita: ada Fahmi,
Subki, Hamzah, Bilal, Aysel, dan Emel. Fahmi dan Subki merupakan
mahasiswa S2 di Universitas Madinah yg berasal dari Indonesia sedangkan
Hamzah, Bilal, Aysel, dan Emel berkebangsaan Turki. Hamzah adalah teman
sejawat Fahmi dan Subki. Bilal adalah kenalan Hamzah, Aysel adalah
saudari sepersusuan Hamzah, sedangkan Emel adalah adik perempuannya.
Konflik
: lebih didominasi oleh konflik yang menyoroti teka-teki kehidupan
rumah tangga Fahmi serta konflik kelam Aysel yang pernah menjalani
kehidupan hedon di London. Konflik mengangkat isu cinta, perjuangan, dan
hakikat dakwah yang musuh utamanya adalah justru bermula dari diri
sendiri. Selebihnya konflik yang dijabarkan dengan syahdunya adalah
problem-problem kehidupan ulama cerdas dan berani yang tak lain adalah
Syeikh Said dari desa Nurs yang oleh masyarakat dijuluki sebagai
Badiuzzaman (keajaiban zaman)
Mengapa ia disebut keajaiban zaman?
Badiuzzaman Said Nursi merupakan tokoh ulama yang muda, cerdas, dan
berani di akhir abad 18 hingga pertengahan abad 19. Ia dijuluki
Badiuzzaman karena memiliki kelebihan yang tidak biasa. Misalnya, ia
mampu menghapal kitab-kitab agama yang menjadi acuan ulama setempat
dalam hitungan hari. Misalnya saja, ia menghapal kitab jam'u al jawami'
setebal 362 halaman dalam waktu satu pekan.
Ia
adalah seorang yang haus ilmu tetapi tetap berpenampilan dan berprilaku
sederhana layaknya orang biasa. Ia ahli berargumentasi dengan
ulama-ulama senior karena luasnya wawasan dan dalamnya pemahaman
agamanya. Ia memiliki kepiawaian debat mirip Imam Syafi'i dan Imam Abu
Hanifah yang tidak terkalahkan. Bahkan dengan cara belajarnya yang
efisien mengantarkannya mendalami ilmu eksak dalam waktu yang singkat.
Keyakinannya bahwa segala sesuatu telah ditakdirkan Allah menjadikan ia
tak takut mati meskipun ia sendiri sering dianggap menentang kebijakan
orang orang sekuler yang mengelilingi sultan.
Bentuk
kekaguman Fahmi berikut ini menggenapi penjelasan saya di atas: "yang
mengesankan bagi saya, meskipun Syaikh Said Nursi itu jenius. Tetapi ia
bukan jenius yang pemalas. Syaikh Said Nursi adalah seorang pekerja
keras yang luar biasa. Waktunya seperti tidak ada yang terbuang percuma
dan sia-sia."
Lalu...
Salah
satu bab novel ini adalah CINTA BERAKAR KESUCIAN yang menjadikan
kesucian iman sebagai landasan mencintai. Layaklah syeikh Said bersyukur
karena ia dilahirkan di kalangan keluarga Kurdistan yang menjaga
kesucian iman. Ia lahir dari orang tua yang kisah pertemuan keduanya
mirip dengan pertemuan orang tua Imam Syafi'i. Jika ayah imam Syafi'i
minta keikhlasan pada pemilik apel karena tak sengaja memakan apel
tersebut, maka ayah syeikh Said minta keikhlasan pada pemilik rumput
yang gembalaannya lancang memamah rumput tersebut. Kedua ayah tersebut
menjadi tauladan bagi kita betapa pentingnya menjaga diri untuk makanan
atau perkara yang halal dan thayib sehingga berpengaruh sangat baik bagi
anak-anaknya. Demikian pula ibu syeikh Said yang senantiasa menjaga
wudhu, cerdas, terampil, dan tanggap. MasyaAllah. Inilah kalimat yang
tidak hanya menggetarkan mata yang membacanya tetapi juga menggetarkan
hati: "Dan tanah Kurdistan, seumpama rahim suci yang subur melahirkan
patriot-patriot pilihan. Nuruddin Zanki, Shalahuddin Al Ayyubi dan juga
ribuan ulama dan sufi yang namanya tidak tertulis oleh sejarah, telah
lahir dari rahim tanah ini." (h.127) Lagi-lagi Kang Abik menuliskan
bahwa "kesucian cinta karena Allah akan melahirkan keberkahan dan
keajaiban yang tidak pernah disangka-sangka. Allah itu baik dan suci,
dan Allah mencintai kebaikan dan kesucian." (h.142)
Selama
hidupnya, Badiuzzaman Said Nursi menyibukkan diri dengan ilmu dan
munajat kepada Allah sampai sampai ia tidak sempat menikah. Kenyataan
ini mengingatkan kita kepada imam Syafi'i pula. Pernah suatu ketika Said
muda yang sudah terkenal kesohoran ilmunya tinggal di rumah Gubernur
Omar Pasya yang memiliki enam anak gadis yang cantik. Kala itu Said
dikunjungi oleh Gubernur Van yang bernama Hasan Pasya. Hasan Pasya
menanyai Syaikh Said, apakah ia terpikat pada salah satu anak Omar
Pasya? Inilah dialog keduanya yang membuat kita iri akan kesabaran dan
kehati-hatian seorang ulama:
"Bagaimana saya akan terpikat, kalau melihat wajah mereka saja saya tidak pernah?"
Hasan Pasya terkejut.
"Selama dua tahun duduk di rumah ini Anda tidak pernah melihat wajah mereka? Sama sekali?"
"Benar."
"Mengapa?"
"Demi menjaga kemuliaan ilmu yang saya pelajari, saya tidak boleh memandang yang haram, saya tidak boleh memandangi mereka." jawab Badiuzzaman Said Nursi.
Kok bisa yah? Kemana cinta Syaikh Said dipancarkan? Hal yang mengherankan ini pun diceletuki oleh Fahmi bahwa jatuh cintanya Syaikh Said Nursi saat remaja adalah jatuh cinta pada ilmu, jatuh cinta pada ibadah dan dakwah. (h.263)
"Bagaimana saya akan terpikat, kalau melihat wajah mereka saja saya tidak pernah?"
Hasan Pasya terkejut.
"Selama dua tahun duduk di rumah ini Anda tidak pernah melihat wajah mereka? Sama sekali?"
"Benar."
"Mengapa?"
"Demi menjaga kemuliaan ilmu yang saya pelajari, saya tidak boleh memandang yang haram, saya tidak boleh memandangi mereka." jawab Badiuzzaman Said Nursi.
Kok bisa yah? Kemana cinta Syaikh Said dipancarkan? Hal yang mengherankan ini pun diceletuki oleh Fahmi bahwa jatuh cintanya Syaikh Said Nursi saat remaja adalah jatuh cinta pada ilmu, jatuh cinta pada ibadah dan dakwah. (h.263)
Novel ini
juga menceritakan pergolakan pemerintahan yang dipimpin sultan yang
masih berwujud kekhalifahan utsmani hingga akhirnya runtuh secara
selama-lamanga pada 3 Maret 1924 kemudian digantikan dengan kekuasaan
militer sekuler yang dipimpin oleh Mustafa Kemal atau Kemal Atartuk.
Kemudian dimulailah masa kegelapan bagi kaum muslimin. Banyak daerah
kesultanan melepaskan diri, pemberontakan dimana-mana, simbol-simbol
Islam dilarang, ibukota turki menjadi Ankara yang semula di Istanbul,
literatur berbahasa arab dihancurkan, membaca quran dan azan dilarang
kecuali dalam bahasa Turki. Pakaian tradisional Turki dan jubah dilarang
jika tidak ingin berurusan dengan polisi. Bahkan yang melarang adalah
orang Islam juga, tetapi yang sudah dicekoki pendidikan ala barat. Semua
semata untuk mengubur kenangan romantis keislaman yang dianggap tidak
modern.
Masa pergolakan ini menjadikan Said
Nursi menjadi yang terdepan dalam menyalakan api tauhid yang berusaha
dipadamkan kaum yang membenci Islam. Ia tetap teguh dengan prinsip Islam
dan sabar dalam menyampaikan dakwah bil hikmah kepada masyarakat dan
penguasa. Meskipun watak Said Nursi yang pemberani, ia tetap berdakwah
dengan kasih sayang. Jika peperangan fisik adalah baik maka itu adalah
jalan terakhir yang dipilih karena baginya yang membenci Islam juga
masih saudara seagama.
Ia menyalakan api
tauhid dengan berbagai jalan yang ia mampu atas bimbingan Allah. Ia
pernah ikut berperang dalam PD 1 melawan Rusia. Ia terbiasa mengadakan
majelis ilmu di masjid atau dimanapun ia tinggal sehingga ia memiliki
banyak murid. Ia aktif menulis di media massa. Pernah suatu saat ia
menulis gagasan tentang pendidikan dalam bentuk surat kepada sultan di
media massa. Hal ini mengakibatkan ia diinterogasi polisi karena
dianggap lancang. Bahkan selama kurun 25 tahun, ia yang pindah dari satu
penjara ke penjara lain, menghasilkan tafsir Alquran yang disebut
Risalah Nur. Ia juga melakukan siasat politik yang bersih. Beberapa kali
ia pernah divonis hukuman mati tetapi karena ia berkata jujur dan
menegakkan keadilan melalui argumentasinya, Allah senantiasa tidak
mengizinkan vonis itu dilaksanakan.
Akhir
dari novel ini membawa kita pada suatu kesimpulan bahwa dimanapun, dalam
keadaan apapun, dengan siapapun, peganglah tauhid seteguh mungkin.
Kalaupun tauhid belum sepenuhnya dipahami maka pelajarilah ia seperti
Badiuzzaman yang belajar secara disiplin dan penuh kesabaran. Bagaimana
ending kehidupan Syaikh Said maupun keenam pemuda dalam novel ini?
Silakan cari tahu sendiri...
Komentar
Posting Komentar