Boim Lebon dan Cerita Humornya
Hah.. tak seperti biasanya Balairung sayap selatan sepi di sore hari. Biasanya ada pemuda-pemudi yang suka jogging. Atau mereka-mereka yang sekadar lewat dengan sepedanya, lengkap dengan pakaian olah raga. Lalu, di gazebo-gazebo kayu_baik lantai bawah dan atas, sering ditempati mahasiswa-mahasiswa, pengguna internet gratis. Biasanya juga, di hari selasa, kamis, dan jum’at ada sekelompok orang yang duduk terhampar di teras-teras Balairung. Lesehan gituh. Yah, siapa lagi kalau bukan FLP’ers dan penggembira-penggembiranya. Merekalah yang melakukan kegiatan berbagi ilmu tulis menulis tiap 3 minggu sekali.
Kali ini Balairung sayap selatan, tampak milik kami (FLP’ers) saja. Coz, pemuda-pemuda yang masuk kategori paragraph di atas, tidak muncul. Kami berasa di pantai aja. Anginnya itu loh, semilir! Suasana sepi seperti ini, mungkin penyebabnya tahun baru, kali yah?! Mahasiswa juga pada mudik (kalau saya mah kagak mudik), udah pada punya acara menyambut tahun baru (GJ banget sih..), terus denger-denger, emang UGM telah memasuki minggu tenang semester. Lengkap sudah,,,
Jum’at sore ini, biasanya diadakan forum teater. Baru kali ini nih saya datang. Soalnya Bang Boim Lebon mau datang sih. Meski saya di sms baru siangnya. Yah, gpp deh. Eh, btw udah pada tau belum, tokoh yang bakal saya kupas kali ini? Itu loh penulis Lupus, kolaboratif bersama Bang Hilman. Oke, simak liputannya…(Yuk, mari!)
Tepat pukul 16.30 WIB…
Diawali dengan prolog dari Bang Boim tentang identitas diri dan pengalaman nostalgianya hingga nyemplung ke dunia tulis menulis. Kami antusias menyimaknya. Abang yang memiliki ciri fisik: rambut kriring pendek, sedikit lontos di bagian jidatnya (beliau mengaku, di masa mudanya rambutnya bisa mengalahkan Giring Nidji. Lebat nian!); berkulit sawo matang, sudah berkepala empat, de le le (emang ikan!). Dari pada ribet, mending saya cantumin aja fotonya yah… Bang Boim lahir dan besar di Jakarta. Katanya, ibunya asli Imogiri! Ujung-ujungnya Jogja juga. Lalu mengambil jurusan ilmu komunikasi semasa menjadi mahasiswa.
Semasa sekolah dulu, Bang Boim mengaku terlibat dalam per-gank-an. Jadi suka tawuran gituh deh. Dikejar-kejar sama anak sekolah lain, itu udah biasa. Bikin onar di kelas, itu suplemen sehari-hari. Duh, nakal bener nih Abang. O, iya, sempet-sempetnya nih Boim cs bikin nama gank yang aneh. Karirnya di per-gank-an pertama kali ialah di gank Kabel (Kelompok Anak Belakang). Katanya, Boim cs suka duduk di belakang kelas. Yang paling ribut dan yang terbelakang.
Lantas..perjalanan hidupnya sedikit membaik setelah berkawan dengan ketua rohis SMA nya. Padahal si ketua rohis itu: biasa2 aja. Perawakannya tinggi dan bila terkena sinar mentari, siluet nya tergambar seolah ayam jantan. Jadilah si ketua rohis ini(yang saya lupa namanya) menjadi nama ayam jantannya Lupus. O, iya, tokoh-tokoh dalam serial Lupus itu beneran nyata loh. Si Boim itu yah Bang Boim Lebon. Si Gusur yah si Gusur. Hehe. De le le.
Udah bergaul dengan si ketua rohis, Bang Boim buat gank baru lagi-yang rada bener. Namanya gank Anrel Sodik (Anak Rel Sonoan Dikit). Otomatis mereka berdua jadi partner dalam kegiatan jurnalistik. Soalnya, si ketua rohis telah berkiprah menjadi wartawan freelance di suatu media Islam. Nah, jadilah Bang Boim suka maen bareng sama anak Rohis dan juga anak teater. Akhirnya, terlahirlah gank Jibril: Jiwa Brandal Ingat Ilahi.. Subhanallah…
Bang Boim juga punya cita-cita ingin jadi wartawan, yah jadi pindah haluan ke dunia fiksi. Emang cocoknya disitu, yah mau gimana lagi. Dahulu kala, RCTI membuka lowongan menulis naskah skenario, iklan, dan drama. Untungnya bang Boim langsung diterima…sampai sekarang, si abang masih kerja di sana. Oke deh, lanjuut.
Dilanjutkan dengan Tanya jawab…
Kenapa sih Bang Boim milih humor sebagai genre tulisannya?
Saya suka coba-coba nulis genre fiksi remaja, percintaan, nonfiksi dan sebagainya. Nah, saya lebih enak dan cocok humor. Yah, setelah mendengar komentar-komentar teman-teman yang baca karya saya. Terus, suka juga nulis cerita dunia SMP dan SMA, kebanyakan buat cerita lucu.
Bagaimana cara membuat cerita humor?
Saya suka cari ide yang condong atau dekat dengan saya. Jadi, rumusnya: karya yang akan dibuat biasanya berasal dari apa yang Anda suka. Terus latihan aja, lama-lama terbiasa juga. Buat saja cerita humor versi sendiri. Lalu minta temen-temen komentar. O, iya, cari komentator yang kira-kira tidak menjatuhkan mental kita (apalagi kita masih belajar menulis) serta yang memberikan saran yang membangun. Biasanya, ciri cerita humor terletak pada perbedaan karakter tokohnya. Ada yang sabaran banget, yang satunya suka emosian. Nah, dari karakter-karakter yang aneh-aneh (ada pertentangan) pasti akan menimbulkan kelucuan.
Bagaimana cara Bang Boim mendisiplinkan menulis rutin?
Biasanya saya menulis habis sholat subhu berjamaah di masjid. Sekitar jam 5-an saya pasti buka komputer. Ada dan tidak ada ide serta ada dan tidak mood, saya tetap nyalain komputer. Pasti ada saja yang bakalan dituliskan. Inspirasi saya biasanya berasal dari anak-anak saya yang keempat-empatnya laki-laki semua. Wah, kalau bermain, mereka banyak akalnya. Kalau berantem, buat saya pusing.
Apakah jika kita ingin menulis humor buat remaja, kita harus bergaul dengan remaja masa kini?
Yah, ga juga. Saya juga kan udah tua, tapi tetap bisa buat cerita remaja. Padahal waktu buku saya yang ‘Gangway’, kan saya nyantumin alamat email di biografi penulis, tapi ga ada fotonya. Terus, banyak yang nanyain: “lu sekolah dimana sih? Kelas berapa? Cerita lu bagus deh. Nanti buat lagi yah..” Dikira saya ABG. Hehe. Soalnya pakai bahasa remaja zaman sekarang: Alay!
Liat aja majalah-majalah remaja. Cermati gaya hidup remaja masa kini. Nah baru deh buat cerita. Wah, temen-temen udah pada beda nih. Ga seperti pemuda-pemuda kebanyakan yang tahun baruan. Niup-niup terompet, ga jelas. Kita mah di sini duduk santai di teras sambil belajar dan diskusi bikin cerita. (setuju….)
O, iya, suatu tulisan humor itu, apakah harus memberikan hikmah?
Iya. Kalau bisa kita menulis itu yang bermakna. Yah, dimulai yang kecil-kecil dulu lah. Buat dulu aja cerita humornya yang ringan. Baru nanti merambah yang hikmahnya banyak. Saya dulu, ceritanya kok bisa masuk FLP bermula dari ketemu mb Helvy di ajang lomba cerpen Annida. Kalau ga salah saya jadi juri sama mas Hilman (pencetus ide pertama nulis Lupus). Mb Helvy ngajakin saya gabung di FLP. Wah batin saya, karya-karya saya kan yang malah bertentangan dengan FLP. Tapi, mb Helvy mencoba bijak dan berkata: “Ajari kami nulislah, mas Boim…” Beliau juga tidak menjudge saya buruk. Dan akhirnya saya ikut gabung. Dari gabung FLP lah, saya bisa bersilaturahim ke FLP Bengkulu, Jambi, Lampung, Padang dll. Ternyata cabang FLP luas sekali. O, iya, setelah sering bergaul dengan komunitas FLP, lama-lama saya malu sendiri kalau waktu buat cerita tentang pacaran. Kan gue orang Islam, masa’ buat cerita beginian. Yah, kesimpulannya: jadi, FLP memberikan pengaruh kepada saya untuk menulis cerita lebih baik.
Itulah liputan sederhana dari saya. Yah, mohon maaf bila percakapannya tidak persis sama dengan yang keluar dari mulut Bang Boim. Tapi, insyaAllah tidak merubah substansinya. Pesan terakhir dari beliau ialah (simak yah): FLP hanya media dan bukan apa-apa kalau kita ga bersusah payah dan bersemangat menulis…
Buat kamu yang ingin tahu dan ingin bersilaturahim dengan Bang Boim. Nih ada e-mail atau fb nya: boim.lebon@gmail.com sedangkan twitter nya: boimlebon17 (kalau ga salah, hmm, ada spasinya ga yah. Dicoba-coba aja sendiri yah!). insyaAllah beliau pasti membaca pesan2 yang masuk ke alamat-alamat emailnya. Beliau juga aktif dif b. so, buruan add…hehe
Kebanyakan orang pada tahun baruan, saya sibuk di depan layar. Mengetik ide-ide yang bermunculan. Semangat, kawand…
[31 Desember 2010]
nb: foto Bang Boim saya copas dari alamat ne: http://annida-online.com/artikel-2323-boim-lebon-menanti-sinetron-lupus-kecil-akhir-tahun-2010.html
Komentar
Posting Komentar